REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum seluruh pihak agar tidak menyembunyikan dan melindungi Harun Masiku. Politikus PDIP itu merupakan tersangka kasus suap proses Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024 itu sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Bidang Penindakan, Ali Fikri menyatakan bakal menggunakan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kepada mereka yang menyembunyikan Harun. "Sangat memungkinkan (diterapkan Pasal 21) bagi siapapun di dalam proses penyidikan dan penuntutan yang menghalangi kerja-kerja dari penyidikan maupun penuntutan," kata Ali saat dikonformasi, Selasa (21/1).
KPK, sambung Ali, masih meminta agar Harun kooperatif. Karena hal itu akan menjadi hal pertimbangan untuk meringankan hukuman. "Tentunya siapapun yang tidak kooperatif akan dipertimbangkan menjadi alasan yang memberatkan," ujar Ali.
Sementara Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, pihaknya terus memburu Harun. Firli menuturkan berbagai informasi terkait keberadaan Harun akan ditampung dan didalami oleh pihaknya termasuk keberadaan Harun di Gowa, Sulawesi Selatan. "Kami akan terima apapun informasinya dan tentu akan kami lakukan kroscek atas kebenaran seluruh informasi," ucapnya.
Firli menegaskan KPK sungguh-sungguh dalam mencari Harun. Selain menelusuri berbagai informasi, pihaknya juga bekerja sama dengan Imigrasi terkait info soal Harun. KPK, sambung Firli, juga akan mendalami informasi terkait tangkapan gambar CCTV Harun di Bandara Soekarno Hatta Selasa (7/1). Meski belum menegaskan soal pendalaman, Firli akan menindaklanjuti temuan itu.
"Itu informasi kami tampung semua dan itu tindak lanjut yang harus dilakukan oleh tim penyidik kami," kata Firli.
Kini, Harun Masiku telah ditetapkan sebagai buronan dan namanya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Ditjen Imigrasi menyebut Harun kabur ke Singapura pada Senin (6/1) atau dua hari sebelum KPK melancarkan OTT dan menangkap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan serta tujuh orang lainnya pada Rabu (8/1).
Dikatakan Firli, pihaknya terus berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan aparat terkait untuk memburu Harun. Selain itu, Firli mengimbau masyarakat yang mengetahui keberadaan Harun Masiku untuk melaporkannya ke KPK.
"Kami sudah menerbitkan perintah penangkapan dan surat permintaan bantuan pada Polri dalam rangka mencari dan menangkap tersangka tersebut sudah kita layangkan dan sampai hari ini kita masih terus berusaha bekerja keras untuk melakukan penangkapan. Tolong kepada masyrakat yang mengetahui keberadaan tersangka," tegasnya.
Untuk mendalami perkara ini, pada Selasa (21/1), penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap politikus PDIP Donny Tri Istiqomah . Ia merupakan salah satu pihak yang ikut terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK dalam kasus ini. Hanya saja Donny dilepaskan dan berstatus sebagai saksi.
Selain Donny, tim penyidik juga akan memeriksa staf Komisi Pemilihan Umum (KPU) Retno Wahyudiarti, dan dua pihak swasta bernama Tonidaya dan Moh Ilham Yulianto. "Mereka juga akan diperiksa sebagai saksi untuk SAE (Saeful)," kata Ali Fikri.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan 3 tersangka lainnya. Yakni mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, mantan Caleg PDIP Harun Masiku, dan Saeful pihak swasta.
Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Namun dalam pleno KPU pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.
Wahyu diduga sudah menerima Rp 600 juta dari permintaan Rp 900 juta. Dari kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan pada Rabu, 8 Januari 2020 ini, tim penindakan KPK menyita uang Rp 400 juta.