Senin 13 Jan 2020 23:05 WIB

Pemerintah Tingkatkan Kehadiran Fisik di Wilayah ZEE

Peningkatan kehadiran fisik di wilayah ZEE dilakukan untuk merespons kasus Natuna

Kapal Coast Guard China-5302 memotong haluan KRI Usman Harun-359 pada jarak 60 yards (sekitar 55 meter) saat melaksanakan patroli mendekati kapal nelayan pukat China yang melakukan penangkapan ikan di ZEE Indonesia Utara Pulau Natuna, Sabtu (11/1/2020).
Foto: M RISYAL HIDAYAT/ANTARA FOTO
Kapal Coast Guard China-5302 memotong haluan KRI Usman Harun-359 pada jarak 60 yards (sekitar 55 meter) saat melaksanakan patroli mendekati kapal nelayan pukat China yang melakukan penangkapan ikan di ZEE Indonesia Utara Pulau Natuna, Sabtu (11/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehadiran fisik dan penguasaan efektif akan terus didorong oleh Pemerintah ke depannya di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Hal ini dalam merespons dinamika mengenai pengamanan perbatasan di Laut Natuna Utara.

"Pemerintah juga akan menggencarkan upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran hak berdaulat Indonesia oleh kapal asing dan diplomasi yang terukur dalam merespon dinamika yang terjadi di wilayah ZEE Indonesia,” kata Plt. Deputi V Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan, dan HAM Strategis Kantor Staf Presiden RI Jaleswari Pramodhawardani saat bicara dalam focus group discussion (FGD) yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta, Senin (13/1).

Dalam dirilis yang diterima, FGD ini diselenggarakan dalam merespons dinamika mengenai pengamanan perbatasan di Laut Natuna Utara, kesamaan persepsi lintas kementerian dan lembaga mutlak untuk menghadirkan program kerja yang memperkuat kehadiran negara secara efektif di Natuna.

Guna mendukung tujuan tersebut, KSP mengadakan FGD dengan mengundang pakar dan perwakilan Kementerian dan Lembaga untuk merumuskan masalah dalam pelaksanaan pengelolaan perbatasan maupun wilayah ZEE Indonesia dan wilayah kepulauan Natuna serta solusi penanganannya.

“Polemik yang terjadi mengenai pengamanan perbatasan di Laut Natuna Utara terkait dengan pelanggaran wilayah dan hak berdaulat Indonesia oleh Cina atas ZEE Indonesia yang berjarak 200 mil dari pantai,” kata Jaleswari.

Jaleswari menambahkan bahwa Indonesia tidak mengakui klaim Cina atas porsi ZEE Indonesia di sekitar Natuna dan masuknya kapal ikan Cina ke ZEE Indonesia bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut Internasional 1982.

Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah akan secara tegas melakukan penegakkan hukum dan tindakan-tindakan lain untuk menjamin hak berdaulat Indonesia di ZEE Indonesia.

“Sejalan dengan yang sudah dipaparkan oleh para pakar, kehadiran fisik dan penguasaan efektif akan terus didorong oleh Pemerintah ke depannya di wilayah ZEE Indonesia," katanya.

Turut hadir dalam FGD tersebut, antara lain Laksamana TNI (Purn.) Prof. Dr. Marsetio (Mantan KSAL TNI), Prof. Dr. Hikmahanto Juwana (Guru Besar Fakultas Hukum UI), Evan A. Laksmana, Ph.D. (Peneliti Senior CSIS), dan perwakilan kementerian/lembaga terkait.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement