Selasa 14 Jan 2020 04:37 WIB

Peserta Turun Kelas, BPJS Kesehatan Analisa Kebutuhan RS

BPJS Kesehatan menghitung kebutuhan kasur rawat inap.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Gita Amanda
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris berdialog dengan seorang pasien di Klinik Hemodialisis Tidore, Jakarta, Senin (13/1).
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris berdialog dengan seorang pasien di Klinik Hemodialisis Tidore, Jakarta, Senin (13/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengaku menghitung jumlah kebutuhan tempat tidur rawat inap peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Analisa ini dilakukan pascakenaikan iuran JKN-KIS per Januari 2020.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menjelaskan, BPJS Kesehatan menghitung kebutuhan kasur rawat inap. "Prinsipnya kami menghitung, analisis kebutuhan kecukupan tempat tidur peserta kelas III," ujarnya saat ditemui di spotcheck di Klinik Hemodialisis Tidore, Jakarta Pusat, Senin (13/1).

Baca Juga

Ia menambahkan, jika nanti kalau memang terjadi kekurangan tempat tidur untuk rawat inap maka pihaknya bisa melakukan alternatif dua pendekatan. Opsi pertama penambahan tempat tidur rawat inap kelas III atau pendekatan kedua menambah fasilitas rumah sakit lain yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Di tempat yang sama, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf menambahkan, meski peserta yang turun kelas tidak selalu mengalami sakit dan dirawat, sebenarnya aturan dalam kerja sama penyelenggaraan JKN-KIS antara BPJS Kesehatan dan RS mitra sudah jelas. Diantaranya peraturan menteri kesehatan (permenkes) 28 tahun 2014 tentang pedoman pelaksanaan JKN-KIS yang mengamanatkan ketersediaan ruang rawat yaitu mekanisme RS kelas penuh.

Artinya, dia menyebutkan, ketika ruang rawat inap tidak memadai maka ada klausul menyebutkan peserta bisa naik tingkat satu kelas dari kelas asalnya. Dan kalau kondisinya tidak memungkinkan ditangani di kelasnya maka bisa dirujuk di rumah sakit lain atau bisa juga menambah biaya sendiri.

"Aturan itu masih relevan. Apalagi persoalan utilisasi menjadi komitmen semua pihak untuk supaya teratasi," ujarnya.

Ia menambahkan, ketika peraturan presiden no 75 tahun 2019 diberlakukan tentu ia percaya rumah sakit mitra termasuk RS anggota Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) bisa bersiap mengantisipasi keadaan itu yaitu menyesuaikannya dengan regulasi yang ada. Ia menambahkan, pihak RS juga dapat melakukan mitigasi efek kenaikan iuran ini dengan membuat kamar rawat inap khusus kelas III seperti yang telah dilakukan di Medan, Sumatra Utara.

"Jadi ini kan soal pangsa pasar, realistis saja," ujarnya.

Sebelumnya Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) mengungkap hampir 800 ribu peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang turun kelas. Efeknya rumah sakit (RS) mitra Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan khawatir kekurangan tempat tidur untuk rawat inap para peserta.

"Memang hampir 800 ribu peserta JKN-KIS turun ke kelas 3. Dampak yang mungkin terjadi adalah kekurangan tempat tidur (untuk rawat inap) peserta JKN-KIS kelas 3," ujar Ketua Kompartemen Jaminan Kesehatan Persi Daniel Wibowo saat dihubungi Republika, Jumat (10/1).

Selain itu, ia menyebutkan dampak bagi rumah sakit mitra adalah kemungkinan terjadinya perubahan komposisi pasien berdasarkan kelasnya yang mungkin berdampak pada pengurangan besaran klaim ke BPJS Kesehatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement