Senin 13 Jan 2020 14:34 WIB

Desmond: KPK Terbukti Dilemahkan

Pemerintah diminta untuk kembali mempertimbangkan dikeluarkannya Perppu KPK.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa nilai KPK terbukti dilemahkan. (foto ilustrasi).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa nilai KPK terbukti dilemahkan. (foto ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond Mahesa menilai gagalnya tim KPK beraksi di kantor DPP PDI Perjuangan menjadi bukti melemahnya KPK. Desmond menilai, KPK lemah dalam implementasinya atas UU KPK terbaru yakni Nomor 19 tahun 2019.

"Hari ini UU KPK dilemahkan. Apa yang terjadi hari ini membuktikan bahwa KPK dilemahkan," kata Desmond saat ditemui di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Senin (13/1).

Baca Juga

Desmond mengklaim, Fraksi Gerindra sempat menolak revisi UU KPK yang disahkan pada September 2019 lalu. Ia menyebut, Gerindra menolak mekanisme Dewan Pengawas (Dewas) yang saat ini terbukti mempersulit kinerja KPK.

"Menolak Dewas-Dewas seperti ini. Jadi kalau ada pelemahan, produk pelemahan ya terjadi hari ini," kata Desmond.

Namun faktanya, di tengah gelombang protes yang terjadi, DPR tetap mengesahkan UU KPK pada akhir September 2019 lalu. Adanya UU tersebut menghadirkan Dewan Pengawas (Dewas) yang memberi izin penyadapan hingga penggeledahan.

Keberadaan Dewas inilah yang kemudian dianggap melemahkan KPK. Desmond pun mengingatkan perlunya pemerintah kembali mempertimbangkan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - undang (Perppu) untuk UU KPK yang baru.

Desmond menilai, perlu keberanian Ketua KPK Firli Bahuri dan Komisioner lainnya untuk membantah anggapan bahwa KPK benar-benar dilemahkan. Selain itu, menurut Desmond, Dewas juga harus membuktikan keberadaannya tak mempersulit KPK.

"Bagaimana komisioner dan dewas membuktikan ini. Kalau contoh seperti ini (penggeledahan PDIP) tidak terselesaikan, makin betul bahwa jangan berharap lagi dengan KPK," ujar dia.

Desmond pun menambahkan, dalam hal teknis, harusnya Presiden Joko Widodo menerbitkan petujuk pelaksanaan dan petunjuk teknis hubungan antara Pimpinan KPK dengan Dewas. Sehingga, keberadaannya tidak menghambat satu sama lain.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar membantah gagalnya penggeledahan di Kantor DPP PDIP lantaran kurang memiliki dasar hukum yang kuat. Lili berdalih, saat itu tim satgas KPK hendak memasang garis KPK namun karena lamanya birokrasi tim KPK meninggalkan tempat sebelum memasang garis KPK.

"Bahwa tim penyelidik tidak ada rencana menggeledah (belum masuk penyidikan) karena sementara itu masih penyelidikan. Kami mau membuat KPK line, jadi untuk mengamankan ruangan," jelas Lili.

Selanjutnya, lanjut Lili, KPK akan tetap melakukan penggeledahan dan penyegelan  karena kasus sudah masuk dalam tahap penyidikan dan telah berkoordinasi dengan Dewas. Diketahui, saat ini sudah ada empat tersangka yang telah ditetapkan KPK.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka penerimaan suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. KPK juga turut menetapkan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, caleg DPR dari PDIP, Harun Masiku serta seorang swasta bernama Saeful.

Dalam perkara ini, KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total sebesar Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement