Jumat 10 Jan 2020 16:23 WIB

Izin Dewan Pengawas KPK, Beda Antara OTT dan Penggeledahan

Penggeledahan yang dilakukan KPK hari ini melalui proses izin Dewan Pengawas KPK.

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa sejumlah barang bukti seusai menggeledah kantor Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air (PUBM SDA) Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (10/1/2020).
Foto: Antara/Umarul Faruq
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa sejumlah barang bukti seusai menggeledah kantor Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air (PUBM SDA) Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (10/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Mabruroh

Tim dari KPK pada Jumat (10/1) menggeledah sejumlah ruangan di Dinas PU Bina Marga dan Sumber Daya Air Pemkab Sidoarjo, Jawa Timur menyusul adanya operasi tangkap tangan (OTT) KPK kepada Bupati Sidoarjo Saiful Ilah. Tim yang datang sekitar empat orang, dengan menggunakan kendaraan Innova warna hitam yang terparkir di dekat pintu masuk dinas setempat.

Baca Juga

Dalam penggeledahan yang dimulai sekitar pukul 09.00 WIB itu mendapatkan pengawalan ketat dari petugas Kepolisian Resor Kota Sidoarjo Jawa Timur. Petugas bersenjata lengkap sebanyak 5 orang terlihat berjaga dan keluar masuk ke dalam kantor tersebut. Sedangkan jurnalis dan juga masyarakat umum dilarang untuk masuk ke dalam kantor.

"Silakan tunggu di luar," kata petugas jaga.

Beberapa pegawai Dinas PU Bina Marga dan Sumber Daya Air Sidoarjo, diperbolehkan masuk ke dalam kantor tetapi harus melalui pemeriksaan petugas untuk diketahui maksud dan tujuannya. Penggeledahan sempat terhenti beberapa saat, karena petugas dari KPK melaksanakan shalat Jumat di Masjid Agung Sidoarjo. Ketika mencoba dikonfirmasi, petugas lebih memilih diam sambil menuju ke masjid.

Setelah shalat Jumat, penggeledahan dilanjutkan. Sekitar pukul 14.00 WIB petugas KPK keluar dan menyita dua koper dan juga beberapa kardus yang berisi berkas dari Dinas PU Bina Marga dan Sumber Daya Air Sidoarjo, Jawa Timur.

Petugas yang keluar itu terlihat menenteng koper berukuran besar serta kardus dan dimasukkan ke dalam bagasi mobil Inova yang terparkir di pintu keluar dinas setempat. Begitu selesai memasukkan berkas ke dalam bagasi mobil, petugas KPK langsung pergi meninggalkan lokasi dinas setempat.

Sebelumnya, KPK resmi menetapkan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah menjadi tersangka penerimaan suap terkait proyek infrastruktur. Selain Saiful, KPK menetapkan kepala dinas dan pejabat di lingkungan Pemkab Sidoarjo sebagai tersangka.

"Sejalan dengan penyidikan tersebut, KPK menetapkan enam orang tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (8/1).

photo
Bupati Sidoarjo Saiful Ilah (kiri) memasuki mobil usai menjalani pemeriksaan pasca operasi tangkap tangan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/1/2020).

Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Sjamsuddin Haris di Jakarta menyatakan, Dewas KPK sudah memberikan izin untuk dilakukannya proses penggeledahan maupun penyitaan dalam penyidikan kasus suap pengadaan proyek infrastruktur di Dinas PUPR Kabupaten Sidoarjo. Diketahui, Dewas KPK adalah struktur baru dalam tubuh KPK berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK.

"Untuk Sidoarjo sudah minta izin dan sudah diberikan," ucap Sjamsuddin.

Tindakan penggeledahan yang didahului proses meminta izin Dewas KPK berbeda dengan operasi tangkap tangan (OTT) Saiful Ilah. Sebelumnya, Sjamsuddin mengakui, baik OTT terhadap Saiful dan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, keduanya tidak melalui proses izin Dewas KPK.

"Terkait OTT KPK di Sidoarjo maupun komisioner KPU tidak ada permintaan izin penyadapan kepada Dewas. KPK masih menggunakan prosedur UU yang lama," kata Syamsuddin saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (8/1).

Sjamsuddin menyebut, sangat memungkinkan jika proses penyelidikan dan penyadapan terhadap dua OTT tersebut sudah berlangsung sejak pimpinan KPK jilid IV. "Sangat mungkin penyelidikan dan penyadapan sudah berlangsung sejak kepimpinan KPK jilid IV (Pak Agus dkk)," kata dia.

Syamsuddin juga menyinggung soal Dewas KPK yang belum memiliki organ pelaksana seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91. Sehingga, ia tak mempermasalahkan dua OTT tersebut tanpa seizin Dewas KPK.

"Dewas sendiri belum memiliki organ karena Perpres tentang organ Dewas baru turun karena masih transisional dari UU lama ke UU baru, Dewas dapat memahami langkah pimpinan KPK," ucap Haris.

Pakar Hukum Pidana Trisaksi, Abdul Fickar Hadjar mengatakan UU KPK yang baru menghambat dan membuat kinerja KPK melambat. Fickar mencontohkan gagalnya upaya penyegelan kantor DPP PDIP pada Kamis (9/1).

“Ya betul, kegagalan KPK melakukan penggeledahan dan penyegelan kantor DPP PDIP dan kabar upaya membawa orang dari PTIK merupakan dampak nyata dari sistem yang justru meLemahkan KPK,” ujar Abdul Fickar kepada Republika, Jumat (10/1).

Menurutnya, terjadinya birokrasi yang panjang ini justru membuka ruang melemahkan pemberantasan korupsi. Akibatnya kata dia, kerja KPK tak lagi secepat dulu karena kepentok birokrasi.

“Akibatnya kerja KPK menjadi melambat, yang seharusnya hal ini tidak perlu terjadi,” kata Fickar.

"Ruang yang terbuka itu tidak mustahil dan menjadi sangat mungkin menjadi area korupsi baru,” ujarnya menambahkan.

photo
OTT KPK pada 2019

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement