Kamis 09 Jan 2020 22:40 WIB

Kaligis: Ada 2 Napi Buta dan Lupa Ingatan di LP Sukamiskin

Seharusnya mereka diserahkan ke panti bukan ke lembaga pemasayaratan

Terdakwa kasus suap Ketua PTUN Medan OC Kaligis  (ilustrasi)
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Terdakwa kasus suap Ketua PTUN Medan OC Kaligis (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara OC Kaligis menyatakan terdapat dua narapidana (napi) di LP Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat yang mengalami buta dan seorang lagi lupa ingatan. Karena itu dia menilai perlu ada penangganan serius oleh pihak berwenang.

"Saya bersama beberapa warga binaan Sukamiskin lainnya terganggu dengan adanya napi tersebut apalagi yang lupa ingatan," kata Kaligis di Jakarta, Kamis (9/11).

Baca Juga

Warga binaan yang mengalami buta yakni Er (tersangka kasus korupsi makan minum Pemkab Garut) dan Buh, tersangka korupsi alokasi khusus dana pendidikan Pemkab Probolinggo, Jatim. Keduanya mengalami kesulitan maka perlu dibimbing karena tidak dapat melihat.

Demikian pula HK, warga binaan LP Sukamiskin yang terkena kasus korupsi yang ditangani KPK yakni kasus korupsi dana pensiun PT Pertamina. Dia lupa ingatan dan sering buang air besar tidak pada tempatnya.

Kaligis mengatakan hal itu usai sidang mediasi dengan pihak Kejaksaan Agung terkait kasus gugatan di PN Jakarta Selatan terhadap Novel Baswedan, penyidik Komisi Pemberantasan Koruspi (KPK). Kaligis mengatakan terhadap adanya napi yang lupa ingatan dan buta tersebut, dia telah mengirimkan surat kepada Ombudsman RI dan Menteri Hukum dan HAM.

Dia mengatakan sebelum mengirim surat ke lembaga negara itu telah berdiskusi dengan sejumlah warga binaan LP Sukamiskin lainnya. Kaligis prihatin dengan kondisi tersebut dan perlu ada pertimbangan menyangkut HAM. Karena lupa ingatan tentu tidak dapat dihukum atau dibina.

"Seharusnya mereka diserahkan ke panti bukan ke lembaga pemasayaratan maka perlu ada pemeriksaan medis untuk pembuktian tersebut," katanya.

Menurut dia, dasar filosopi UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah Pancasila dan UUD 1945 pada pasal 5. Di situ ijelaskan bahwa menjunjung tinggi harkat dan martabat para warga binaan sesuai kemanusian dan keadilan.

Padahal setiap sidang di pengadilan, pertanyaan hakim yang pertama adalah apakah terdakwa dalam keadaan sehat. "Itu merupakan kalimat pembukaan hakim saat pemeriksaan sidang di pengadilan dalam penegakan HAM dan praduga tidak bersalah," katanya.

Dia menambahkan orang yang cacat mental dan buta tidak layak dipenjara serta tidak ada manfaatnya untuk dibina. Maka hal mendasar jikae sebaiknya dikenakan tahanan rumah agar dapat dirawat oleh keluarga. Kaligis mengatakan surat tersebut merupakan hasil pendapat dari sejumlah warga binaan di Sukamiskin untuk menampung keluhan mereka.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement