Selasa 07 Jan 2020 07:54 WIB

Polisi Hutan Diminta Babat Habis Pelaku Kejahatan Lingkungan

Indonesia memiliki kawasan hutan dan keanekaragaman hayati yang tak ada di negara lai

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Hutan Indonesia kian terdagradasi akibat penebangan liar.
Foto: iklimkarbon.com
Hutan Indonesia kian terdagradasi akibat penebangan liar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong meminta Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) untuk meningkatkan kemampuan dalam menghadapi pelaku kejahatan lingkungan. Sebab, para pelaku kejahatan akan terus mengembangkan modus operandi yang melibatkan jaringan kejahatan transnasional.

“Publik berharap kepada kita untuk dapat menyelesaikan permasalahan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan yang terjadi saat ini. Ini harus kita jawab dengan kerja-kerja yang lebih baik dan konsisten," kata Alue dalam perayaan ulang tahun SPORC yang ke-14  di Jakarta, Senin (6/1).

Baca Juga

Ia menyampaikan, Indonesia memiliki kawasan hutan dan keanekaragaman hayati tinggi yang tidak dimiliki negara lain. Hal tersebut merupakan keunggulan Indonesia. Karena itu, sumber daya yang dimiliki wajib dijaga dan dilestarikan.

Kendati demikian, Alue mengapresiasi kinerja baik yang dilakukan oleh aparat polisi hutan selama lima tahun terakhir. Total sebanyak 441 operasi pembalakan liar dengan hasil yang bisa diamankan sebanyak 34.934,82 meter kubik.

Kemudian, 460 operasi perambahan kawasan hutan dengan hasil luas yang bisa diamankan seluas 18.777.295 Ha. Diikuti 279 operasi tumbuhan dan satwa liar dengan hasil yang bisa diamankan 226.600 ekor satwa dan 12.688 buah bagian tubuh satwa. Serta, 731 kasus berhasil P-21, yang difasilitai oleh Polri dan kejaksaan sebanyak 181 kasus.

Alue mengatakan, meski telah banyak kerja yang dilakukan, SPORC harus tetap menjaga dan meningkatkan kerja kerasnya agar kepercayaan publik kepada KLHK terus meningkat. Pemerintah, kata dia, menyadari bahwa dalam menjaga dan mengamankan kawasan hutan Indonesia merupakan pekerjaan yang beresiko tinggi.

Untuk itu, Alue meminta seluruh anggota SPORC harus terus menerus mengembangkan kapasitas dan kemampuan dalam menghadapi berbagai bentuk kejahatan terhadap kawasan hutan.  Pelaku kejahatan, semakin dicegah akan semakin berupaya mencari modus-modus yang baru dengan jaringan yang luas.

Pelaku, tuturnya, ingin mendapatkan keuntungan secara finansial yang lebih besar sehingga mereka akan menggunakan berbagai cara untuk melindungi kejahatan yang mereka lakukan, termasuk melawan aparat penegakan hukum.

Menurut Alue agar bisa melawan pelaku kejahatan seperti itu, maka aparatur penegak hukum harus menjadi pembelajar agar dapat menjadi lebih cerdas, lebih kuat secara individu dan jaringan, serta menguasai teknologi.

Disaat yang sama, Alue mengatakan bahwa pada tahun 2020 ini akan dilakukan kembali perekrutan SPORC. Mengingat, perekrutan anggota SPORC terakhir dilakukan pada tahun 2008, sehingga jumlah anggota SPORC relatif tidak bertambah bahkan semakin berkurang karena purna tugas atau alih jabatan.

Selain itu, pada 11 November 2019 lalu juga telah diundangkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan. Dalam peraturan ini, jenjang karier Polisi Hutan sudah bisa mencapai pangkat Ahli Utama dengan golongan IV/e.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement