Senin 06 Jan 2020 10:17 WIB

BPK Rampungkan Kerugian Negara Kasus RJ Lino

Perhitungan kerugian negara jadi hambatan KPK tuntaskan perkara sejak 2015.

Mantan Direktur Pelindo RJ Lino (kiri) menunggu menjalani pemeriksaan perdana di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (5/2). (Republika/Raisan Al Farisi)
Mantan Direktur Pelindo RJ Lino (kiri) menunggu menjalani pemeriksaan perdana di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (5/2). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah merampungkan audit perhitungan kerugian keuangan negara terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II. Bak gayung bersambut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun mengapresiasi pencapaian BPK tersebut.

Diketahui, lembaga antirasuah sudah lama menunggu perhitungan kerugian negara untuk menuntaskan penyidikan kasus yang menjerat mantan dirut PT Pelindo II, Richard Joost Lino, tersebut. "Investigasinya sudah selesai. Artinya, penghitungan kerugian keuangan negaranya sudah selesai," kata anggota III BPK Achsanul Qosasi saat dikonfirmasi pada Jumat (3/1).

Saat ini, lanjut dia, BPK sedang menyusun laporan hasil pemeriksaan (LHP) audit perhitungan kerugian keuangan negara terkait kasus Pelindo II. Nantinya, LHP tersebut akan diserahkan kepada KPK. "Kemungkinan, sekitar sepekan atau dua pekan ke depan sudah kami serahkan lah ke KPK," kata dia.

Sementara, pelaksana tugas Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengungkapkan, KPK saat ini menanti BPK menyerahkan laporan hasil perhitungan kerugian negara tersebut. "Kami tunggu tentunya perhitungan kerugian negara dan kami sangat mengapresiasi kalau memang betul nanti sudah selesai," kata Ali Fikri di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/1).

Ali mengatakan, perhitungan kerugian keuangan negara ini menjadi salah satu hambatan KPK dalam menuntaskan perkara yang telah ditangani KPK sejak akhir 2015 lalu. Setelah menerima LHP BPK, tim penyidik KPK akan segera menuntaskan penyidikan kasus tersebut dengan memeriksa para ahli.

"Teman-teman penyidik tentunya akan melanjutkan penyidikan itu, pemberkasan, dan kemudian nanti melengkapi berkas-berkas kelengkapan. Apakah kemudian tentang ahli atau kemudian yang lain-lain dan bisa dilakukan apa berkas tahap satu ke jaksa peneliti, sehingga nanti kekurangannya apa di mana secara formal materielnya. Sehingga, perkara ini akan lebih cepat diselesaikan," kata dia.

Selama ini, KPK menunggu perhitungan kerugian negara BPK lantaran otoritas Cina tidak memberikan akses kepada KPK untuk mendapatkan data dan informasi mengenai QCC yang diproduksi perusahaan Wuxi Huangdong Heavy Machinery (HDHM) yang beroperasi di Negeri Tirai Bambu tersebut. Padahal, Pelindo II membeli tiga unit QCC dari HDHM.

Meski tanpa data dan informasi dari HDHM, Ali yakin, jaksa KPK mampu membuktikan tindak pidana yang diduga dilakukan RJ Lino. Ali Fikri menilai, perhitungan kerugian negara dari BPK dan keterangan ahli sudah cukup bagi KPK untuk membuktikan adanya kerugian negara dari kasus korupsi tersebut.

"Di dalam pembuktian adanya kerugian negara kita kan acuannya ahli dan BPK ya. Kalau tadi informasinya bahwa BPK sudah menyelesaikan, tentunya BPK sudah dapat menghitung berapa komponen-komponen yang ada tanpa kemudian harus melihat dari sisi itu (HDHM). Jadi, ya kita tunggu, mudah-mudahan apa yang disampaikan tadi benar dua minggu ke depan sudah ada perhitungan kerugian negara. Kami sangat mengapresiasi yah," kata dia.

Kasus RJ Lino telah ditangani KPK sejak akhir 2015 lalu, tapi hingga kini proses penyidikannya belum juga rampung. Bahkan, KPK belum menahan RJ Lino yang terakhir kali diperiksa penyidik pada 5 Februari 2016 lalu.

Dalam pusaran kasus ini, RJ Lino diduga menyalahgunakan kewenangannya dengan memerintahkan penunjukan langsung kepada perusahaan asal Cina untuk pengadaan 3 QCC tersebut. Atas perbuatan itu, Lino dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. n dian fath risalah, ed: ilham tirta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement