Jumat 03 Jan 2020 17:41 WIB

Pemetaan Ekoregion Jabodetabek untuk Antisipasi Banjir

Langkah normalisasi dan naturalisasi sama penting untuk mengantisipasi banjir.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Ratna Puspita
Warga membersihkan sampah pascabanjir yang melanda kawasan Kampung Pulo, Jakarta, Jumat (3/1/2020).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Warga membersihkan sampah pascabanjir yang melanda kawasan Kampung Pulo, Jakarta, Jumat (3/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banjir yang melanda Jabodetabek sejak malam Tahun Baru harus menjadi momentum dalam memperbaiki tata kota dan lingkungan wilayah tersebut. Pakar Manajemen Lingkungan Universitas Diponegoro Prof Sudharto P Hadi mengatakan, pemetaan di Jabodetabek harus diarahkan menjadi wilayah ekoregion atau perwilayahan lingkungan.

Sudharto mengatakan pemetaan ulang dan menjadikannya sebagai ekoregion atau perwilayahan lingkungan untuk mengantisipasi adanya banjir serupa di masa mendatang. "Ini harus re-mapping untuk penataan ruang dan lingkungan dalam bentuk ekoregion. Karena lingkungan Jabodetabek ini memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi," ujar dia kepada Republika.co.id, Jumat (3/1).

Baca Juga

Sudharto menjelaskan UU No. 32 Tahun 2009 menyebutkan apabila suatu daerah memiliki daya dukung lingkungan yang terlampaui, maka harus segera dilakukan remapping. Pemetaan ulang menjadi krusial karena bencana banjir pada awal tahun ini.

Banjir menunjukkan curah hujan yang sangat tinggi tidak, sedangkan kemampuan permukaan untuk meresap air sangat rendah. Apalagi, ia menambahkan, rasio lahan terbuka hijau dengan bangunan di ibukota Jakarta diketahui kurang dari 19 persen. 

Hal ini menyebabkan besarnya air larian di drainase dan gorong-gorong. Kemudian di daerah hulu dan tengah terjadi perubahan alih fungsi lahan yang menyebabkan kurangnya resapan air. Akibatnya, terjadi bencana banjir di ibukota dan menyebabkan kerugian besar hingga korban jiwa.

Normalisasi dan naturalisasi

Menilik kondisi tersebut, ia mengatakan, langkah normalisasi dan naturalisasi sama penting untuk dilakukan dalam mengantisipasi terjadinya hal serupa. "Setiap tahun kebanjiran dan orang selalu bilang alih fungsi lahan dan sebagainya tapi ketika hujan itu surut, surut juga pemikiran itu," kata Sudharto.

Normalisasi, yakni upaya peningkatan volume sungai, penting dilakukan dalam jangka pendek dan menengah. Sedangkan naturalisasi dapat dilakukan dalam jangka panjang untuk meningkatkan resapan permukaan tanah di daerah hulu dan tengah.

Sementara itu saat ini, upaya antisipasi dalam jangka panjang yang dilakukan oleh pemerintah provinsi masih dalam tahap pembangunan. Di Jawa Barat, Bendungan Ciawi dan Sukamahi masih dalam tahap 45 persen penyelesaian. 

Menurut Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, apabila rampung, proyek dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kerjasama dengan Kementerian PUPR ini dapat secara signifikan mengurangi banjir di daerah Jabodebek.

"Pembangunan Sukamahi misalnya, bila rampung nanti bakal mengurangi potensi banjir hingga 29 meter per kubik," kata Ridwan Kamil di akun Instagram-nya, Jumat (3/1).

Bendungan tersebut terletak di Desa Sukamahi, Kabupaten Bogor. Volume tampungan bendungan sebesar 1,68 x 10,6 meter kubik, dengan luas genangan maksimum 10 hektar. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement