REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami perkara dugaan suap dan gratifikasi di Mahkamah Agung tahun 2011-2016. Pada Jumat (3/1), penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrahman dan dua saksi lainnya yakni Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto dan menantu dari Nurhadi, Rezky Herbiyanto.
Pelaksana tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan keterangan Nurhadi dan Rezky diperlukan untuk melengkapi berkas Hiendra Soenjoto. Sementara Hiendra dibutuhkan untuk melengkapi berkas Nurhadi.
Sebelumnya, ketiganya pernah dipanggil pada Jumat (20/12) lalu. Namun ketiganya mangkir dari pemeriksaan penyidik KPK. Sehingga, penyidik pun mengirimkan surat pemanggilan kembali pada Kamis (26/12) lalu.
"Penyidik sudah melakukan pemanggilan sejak tanggal 26 Desember. Masih kita tunggu kehadiran dari ketiganya hingga saat ini," terang Ali.
Ali sendiri masih menutup rapat apa yang akan didalami penyidik KPK terkait pemanggilan kali ini. "Mengenai materinya belum bisa saya sampaikan," ujarnya.
Dikonfirmasi ihwal pemanggilannya, Kuasa Hukum Nurhadi, Maqdir Ismail mengaku tidak mendapatkan surat pemanggilan terhadap kliennya. "Saya tidak ada informasi bahwa beliau dapat panggilan dari KPK. Kami tidak mendapatkan informasi adanya penjadwalan tersebut," tegas Maqdir.
Dalam perkara mafia kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Ketiganya ialah eks Sekretaris MA Nurhadi, menantu Nurhadi, Rezky Herbiyanto, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Mafia kasus ini terdiri dari dua perkara, yakni suap dan gratifikasi. Dalam perkara suap, Nurhadi diduga menerima suap Rp 33,1 miliar dari Hiendra melalui menantunya Rezky.
Suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT. Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji 9 lembar cek dari Hiendra dalam perkara Peninjauan Kembali (PK) di MA.
Sementara dalam kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA serta Permohonan Perwalian.
Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.