REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peniliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Agung Nugroho, menilai anggota Dewan Pengawas KPK adalah orang-orang yang berintegritas. Namun, tetap saja mereka menempati posisi yang seharusnya tidak ada.
"Yang jadi masalah adalah keberadaan Dewas KPK ini sudah cacat sejak lahir, yakni dalam pembuatan Undang-undang. Ini masalah strukturnya, bukan orangnya," kata Agung kepada Republika.co.id, Sabtu (21/12).
Posisi Dewas KPK adalah amanat dari Undang-Undang (UU) Nomor 19/2019 tentang KPK. Agung menilai keberaadan Dewas itu cacat lantaran memiliki kewenagan pro yustisia. Seperti izin penyadapan harus seizin Dewas.
"Hal lain karena Dewas bisa jadi matahari kembar di KPK karena kewenangan yang dimiliki adalah sesuatu yang seharusnya tidak dimiliki bidang pengawasan," ujar Agung.
Meski demikian, Agung mengaku sedikit lega dengan ditunjuknya orang-orang berintergritas menjadi Dewas KPK. Setidaknya, kata dia, mereka tidak akan membebani KPK dalam penindakan.
Agung menambahkan, pihaknya saat ini sebenarnya masih berharap agar KPK tetap seperti dulu, sebelum UU Nomor 19/2019 ditetapkan. Namun, harapan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) sudah semakin tipis.
Pukat UGM, kata Agung, kini menyandarkan harapan terakhir pada uji materi UU tersebut di Mahkamah Konstitusi (MK). "Saat ini kami menunggu uji materi yang dilakukan oleh mantan Pimpinan KPK (Agus Rahardjo CS)," katanya.
Presiden Jokowi resmi melantik lima anggota Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12) siang. Jokowi melantik kelimanya berdasarkan Keputusan Presiden nomor 140/P tahun 2019 tentang pengangkatan keanggotaan Dewan Pengawas KPK masa jabatan 2019-2023.
Dewan Pengawas yang telah ditunjuk Jokowi tersebut adalah mantan pimpinan KPK jilid I Tumpak Hatorangan Panggabean sebagai ketua. Sedangkan di posisi sebagai anggota, ada Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang NTT Albertina Ho.
Selanjutnya ada mantan Hakim Agung di Mahkamah Agung Artidjo Alkostar, mantan Wakil Ketua MK Harjono, dan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sjamsuddin Haris.