Sabtu 21 Dec 2019 15:07 WIB

ICW: Dewas KPK Bentuk Intervensi Pemerintah

ICW menyebut keberadaan Dewas KPK adalah bentuk intervensi pemerintah

Rep: Febryan A./ Red: Christiyaningsih
Presiden Joko Widodo memberikan ucapan selamat kepada ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK periode 2019-2023 Tumpak Hatorangan Panggabean seusai acara pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). ICW menyebut keberadaan Dewas KPK adalah bentuk intervensi pemerintah. Ilustrasi.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Presiden Joko Widodo memberikan ucapan selamat kepada ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK periode 2019-2023 Tumpak Hatorangan Panggabean seusai acara pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). ICW menyebut keberadaan Dewas KPK adalah bentuk intervensi pemerintah. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski anggota Dewan Pengawas KPK telah dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi), tapi pegiat antikorupsi masih tegas menyatakan penolakannya. Indonesia Corruption Watch (ICW) bahkan menyebut keberadaan Dewan Pengawas adalah bentuk intervensi pemerintah terhadap lembaga antirasuah itu.

"Kehadiran Dewan Pengawas dikhawatirkan sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap proses hukum yang berjalan di KPK. Sebab, Dewan Pengawas dipilih oleh Presiden," kata Kurnia dalam keterangannya yang diterima Republika, Sabtu (21/12).

Baca Juga

Kurnia mengatakan siapapun sosok yang telah dilantik sebagai Dewas KPK, tak mengurangi penilaian ICW bahwa Presiden Jokowi tidak memahami cara memperkuat KPK. Bahkan ICW menyebut bahwa Jokowi sedang menghancurkan KPK itu sendiri.

"ICW menolak keseluruhan konsep dari Dewan Pengawas sebagaimana tertera dalam UU KPK baru," kata Kurnia.

Ia menjelaskan, secara teoritik KPK masuk dalam rumpun lembaga negara independen yang tidak mengenal konsep lembaga Dewan Pengawas. Sebab, yang terpenting dalam lembaga negara independen adalah membangun sistem pengawasan.

"Hal itu sudah dilakukan KPK dengan adanya Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat. Bahkan, kedeputian tersebut pernah menjatuhkan sanksi etik pada dua pimpinan KPK yakni Abraham Samad dan Saut Situmorang," ujar Kurnia.

Selain itu, dalam UU KPK yang lama sudah ditegaskan bahwa KPK diawasi oleh beberapa lembaga, misalnya BPK, DPR, dan Presiden. "Lalu pengawasan apa lagi yang diinginkan oleh negara?" kata Kurnia.

Kurnia juga menilai keberadaan Dewas ini adalah sesuatu yang berlebihan. Sebab, tindakan pro justicia yang dilakukan KPK harus meminta izin Dewas terlebih dahulu. Sementara di saat yang sama justru kewenangan Pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut justru dicabut UU KPK baru.

Seperti diketahui, keberadaan Dewas KPK adalah amanat dari UU KPK hasil revisi yakni UU Nomor 19/2019 tentang KPK. Dengan sejumlah alasan itu, ICW kembali menuntut agar Presiden Jokowi segera menunaikan janjinya, yakni menerbitkan Peraturan Pemeritah Pengganti Undang-undang (Perppu).

"Adapun Perppu yang diharapkan oleh publik mengakomodir harapan yakni membatalkan pengesahan UU KPK baru dan mengembalikan UU KPK seperti sedia kala," ujar Kurnia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melantik lima anggota Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12) siang. Jokowi melantik kelima anggota Dewas Pengawas berdasarkan Keputusan Presiden nomor 140/P tahun 2019 tentang pengangkatan keanggotaan Dewan Pengawas KPK masa jabatan 2019-2023.

Lima anggota Dewan Pengawas yang telah ditunjuk Jokowi tersebut yakni mantan pimpinan KPK jilid I Tumpak Hatorangan Panggabean sebagai ketua. Sedangkan di posisi sebagai anggota, ada Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang NTT Albertina Ho, mantan Hakim Agung di Mahkamah Agung Artidjo Alkostar, mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Harjono, dan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sjamsuddin Haris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement