REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Salah satu penyebab ular kobra masuk rumah warga karena habitat asli satwa itu di alam banyak berkurang. Demikian disampaikan akademisi dari Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto IGA Ayu Ratna Puspitasari.
"Karena habitat alaminya banyak yang hilang, ular akan mencari habitat lain yang lebih hangat. Sayangnya, biasanya adalah permukiman warga," katanya di Purwokerto, Rabu.
Ahli herpetologi Unsoed itu menjelaskan, musim hujan memang biasanya menjadi musim menetas ular kobra. Umumnya berlangsung pada September-November. "Namun, karena musim penghujan juga agak mundur, jadinya booming sekarang," katanya.
Staf Laboratorium Taksonomi Hewan, Bagian Zoologi, Fakultas Biologi, Unsoed itu juga mengatakan, ular sebenarnya merupakan predator alami tikus. Sehingga pada umumnya ular sering ditemukan di area persawahan atau kebun dan hidup di dalam lubang-lubang yang dibuat tikus.
"Beberapa tahun terakhir, saya melihat ada beberapa sawah dan kebun telah berubah fungsi sebagai permukiman sehingga ular jadi banyak ditemukan, bahkan bersarang, di area permukiman warga," katanya.
Dia menambahkan, ular merupakan hewan berdarah dingin yang tidak dapat membuat panas tubuh sendiri sehingga secara alami akan mencari tempat yang lebih hangat, kering, dan juga lembap.
"Karena ular alaminya suka daerah yang lembab sehingga biasanya ditemukan di semak atau tumpukan barang, sementara jika musim penghujan cenderung mencari daerah yang kering dan rumah warga biasanya lebih hangat dan kering dan ada banyak mangsa alami ular, yaitu tikus," katanya.
Dia juga menambahkan, ditemukannya ular dan anak ular kobra di beberapa daerah beberapa waktu belakangan ini belum tepat jika dikatakan sebagai serangan ular.
"Ular tidak akan bersarang di permukiman warga apabila habitat alaminya masih ada. Pada musim hujan, ular akan mencari tempat yang kering, hangat, dan banyak makanan, yakni tikus," katanya.
Menurut dia, semakin banyak alih fungsi lahan, kemungkinan bersinggungan dengan satwa liar misalkan ular juga akan kian tinggi. Dengan demikian, kata dia, masyarakat perlu belajar hidup berdampingan dengan mereka (satwa liar--Red) dengan edukasi yang benar dan bukan mitos.