REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rahayu Subekti, Rizky Jaramaya, Antara
Boeing telah memutuskan untuk menghentikan produksi pesawat tipe 737 Max mulai Januari 2020. Keputusan itu tentunya berdampak pada maskapai yang selama ini menjadi konsumen pesawat terlaris dalam sejarah perusahaan Boeing. Lalu, bagaimana nasib maskapai di Indonesia yang selama ini telah memiliki 737 Max?
Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana B Pramesti mengatakan, bukan berarti nantinya pesawat tipe tersebut dipastikan tidak terbang lagi di waktu yang akan datang. Polana mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil proses sertifikasi upgrade Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) B 737 Max oleh Federal Aviation Administration (FAA).
"Sampai saat ini belum dapat ditentukan waktu selesainya” kata Polana, Rabu (18/12).
Polana mengatakan selain FAA, empat otoritas penerbangan lainnya juga melakukan sertifikasi yakni EASA Eropa, TC Kanada, ANAC Brazil, dan CAAC China. Jika FAA dan empat otoritas lain selesai melakukan sertifikasinya maka akan diputuskan dengan hasil proses upgrade MCAS.
"Jika proses upgrade MCAS tersebut dinyatakan telah memenuhi semua persyaratan yang diikuti dengan penerbitan Airworthiness Directive (AD) kemungkinan Boing 737 Max 8 akan terbang lagi," jelas Polana.
Polana mengatakan, pemerintah akan mengkaji semua informasi terkait sebagai dasar untuk menentukan pencabutan grounding Boeing 737 Max 8 di Indonesia. "Namun sampai saat ini belum selesai proses sertifikasinya," tutur Polana.
Selain itu, Polana menuturkan hasil sertifikasi tersebut akan dibahas bersama antarotoritas penerbangan sipil di kawasan ASEAN. Terutama otoritas yang sudah memiliki konsensus untuk mengharmonisasi proses tidak dikandangkannya lagi Boeing 737 Max 8.
“Kami telah dan akan terus melanjutkan komunikasi dan koordinasi dengan pihak operator penerbangan serta pabrikan dan otoritas penerbangan sipil lainnya mengenai langkah-langkah terbaik yang perlu dilakukan untuk preservasi armada tersebut selama tidak terbang," ungkap Polana
Hingga kini, Kemenhub belum mencabut keputusan mengandangkan 737 Max 8 setelah kecelakaan yang dialami Lion Air dan Ethiopian Airlines. Keputusan itu berlaku sejak Maret 2019. Selain Indonesia, negara lain yaitu Kanada, Brasil, dan Cina juga masih mengandangkan Boeing 737 Max 8.
“Semua state selalu berkomuniasi dan berkoordinasi membahas Boeing 737 Max 8 ini,” ujar Polana.
Sebelumnya, maskapai Lion Air menyatakan, pihaknya mendapatkan kompensasi dari perusahaan manufaktur Boeing atas 10 pesawat yang menganggur. Pesawat-pesawat tersebut hingga kini masih dikandangkan.
“Kami sudah komunikasikan kepada Boeing dan mereka sudah berniat baik memberikan kompensasi,” kata Direktur Operasi Lion Air Daniel Putut pada (1/11).
Daniel mengatakan, kompensasi tersebut berupa pelatihan (training) dan perawatan pesawat khusus untuk pesawat Boeing Max 8 yang tengah dibekukan operasinya (grounded) maupun untuk pesanan yang belum datang. Daniel mengatakan, kompensasi dari Boeing diberikan hingga FAA menerbitkan sertifikasi bahwa Boeing 737 Max 8 laik terbang.
Lion Air Group memiliki 10 pesawat Boeing 737 Max 8 dari total pesanan 220 pesawat. Daniel mengatakan, saat ini pihaknya masih terus berkomunikasi dengan Boeing terkait nasib pesawat-pesawat Boeing 737 Max 8.
“Kita tentunya tetap berkomunikasi sama pihak Boeing terhadap lost-benefit-nya terhadap pesawat-pesawat yang di-grounded, kita punya 10 pesawat. Kita sekarang berkomunikasi dengan Boeing, tanggapan Boeing cukup positif,” katanya.
Kecelakaan Lion Air JT610
Dampak besar
Analis industri perjalanan Henry Herteveldt mengatakan, keputusan untuk menghentikan produksi pesawat terbang sebelumnya belum pernah terjadi. Menurutnya, berhentinya produksi 737 Max akan berdampak besar pada Boeing dan maskapai penerbangan.
"Ini akan menciptakan kekacauan bagi maskapai penerbangan, dalam hal ini ada enam ratus perusahaan yang merupakan bagian dari rantai pasokan 737 Max dan Boeing," ujar Herteveldt.
Boeing masih memiliki 400 unit 737 Max yang akan dikirim kepada pelanggan. Sementara, sebagian besar maskapai penerbangan di seluruh dunia telah menangguhkan kontrak pembelian hingga regulator penerbangan menyatakan bahwa 737 Max layak terbang dan aman.
737 Max adalah pesawat dengan penjualan tercepat dalam sejarah Boeing. Pesawat ini menerima pesanan hampir 4.700 unit dari sekitar 100 pelanggan di seluruh dunia.
Namun, semua itu berubah seusai dua kecelakaan fatal yang melibatkan 737 Max, yakni Lion Air pada Oktober 2018 dan Ethiopian Airlines pada Maret 2019. Total korban jiwa dari dua kecelakaan itu mencapai 346 jiwa. Tak lama setelah dua kecelakaan fatal itu, seluruh otoritas penerbangan di dunia melarang penerbangan 737 Max.
(FAA) Amerika Serikat, pada Rabu (11/12) pekan lalu di hadapan House of Representative, mengungkap hasil analisis tertanggal 3 Desember 2018 yang menyimpulkan, bahwa 737 Max dapat terlibat dalam kecelakaan yang lebih fatal jika tanpa perubahan desain.
Tinjauan tersebut memperkirakan dapat terjadi 15 kecelakaan fatal jika tidak ada perubahan kontrol perangkat lunak dalam 737 Max. Kesalahan sistem kontrol perangkat lunak pada 737 Max menjadi penyebab utama kecelakaan Lion Air dan Ethiopian Air.
"Sudah jelas sejak awal bahwa ada kondisi yang tidak aman, analisis memberikan konteks tambahan dalam membantu menentukan tindakan mitigasi," ujar seorang juru bicara FAA kepada Wall Street Journal.
Boeing yang berbasis di Seattle, Washington merupakan salah satu eksportir pesawat terbang terbesar di Amerika Serikat (AS). Dalam sebuah pernyataan, Boeing mengatakan, meski produksi 737 Max berhenti, perusahaan tidak akan melakukan pengurangan karyawan. Namun, berhentinya produksi diperkirakan akan mempengaruhi penjualan perusahaan.
"Mengembalikan 737 Max ke layanan adalah prioritas utama kami. Kami tahu bahwa proses persetujuan 737 Max untuk kembali melayani penumpang, dan menentukan persyaratan pelatihan yang tepat harus luar biasa teliti dan kuat, untuk memastikan bahwa regulator, pelanggan, dan masyarakat penerbangan kami memiliki kepercayaan diri dalam pembaruan 737 Max," ujar Boeing dalam pernyataan yang dilansir BBC.
[video] Keluarga Korban Lion Air JT-610 Gugat Boeing