Selasa 17 Dec 2019 16:01 WIB

KPK 2016-2019: 87 OTT, Isu Terhangat, dan Klaim Rp 63,8 T

Pimpinan KPK hari ini memaparkan capaian kinerja selama 2016 hingga 2019.

Wadah Pegawai KPK menggelar aksi di depan gedung KPK. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/WAHYU PUTRO
Wadah Pegawai KPK menggelar aksi di depan gedung KPK. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Pimpinan KPK pada Selasa (17/12), memaparkan capaian kiner periode 2016-2019. Dalam kurun empat tahun terakhir, KPK melakukan 87 operasi tangkap tangan (OTT).

"Selama empat tahun ini, KPK telah melakukan 87 OTT dengan total tersangka awal setelah OTT adalah 327 orang," ucap Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat konferensi pers, di gedung KPK, Jakarta, Selasa.

Baca Juga

Saut menyatakan OTT yang dilakukan KPK tak pernah berhenti hanya pada perkara pokok. Dari OTT, kata dia, KPK selalu mendapat petunjuk yang menjadi pembuka jalan ke dugaan perkara lain.

"Salah satu contohnya adalah OTT dalam perkara usulan dana perimbangan keuangan daerah. KPK kemudian menetapkan dua kepala daerah dan satu anggota DPR yang diduga terlibat dalam pengurusan dana perimbangan dalam APBN P 2017 dan APBN 2018," ucap Saut.

Ada juga, kata Saut, OTT dalam perkara suap terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi. Yang kemudian, menyeret Gubernur Jambi Zumi Zola dan 11 anggota DPRD di provinsi yang sama.

"Pengembangan dari OTT yang lain adalah dalam perkara KONI. Selain barang buktinya yang mencapai Rp7,4 miliar, perkara ini ikut menyeret Menteri Pemuda dan Olahraga (Imam Nahrawi) yang diduga menerima sejumlah uang," ucap Saut.

Saut menegaskan, sifat suap yang tertutup, pelaku memiliki kekuasaan dan alat bukti yang cenderung sulit didapatkan membuat praktik suap akan lebih dapat dibongkar melalui metode OTT.

"Selain itu, OTT dapat membongkar persekongkolan tertutup yang hampir tidak mungkin dibongkar dengan metode penegakan hukum konvensional. Kami yakin, OTT selalu bisa menjadi petunjuk yang mengungkap kasus-kasus lain dan sampai saat ini selalu terbukti di pengadilan," ujarnya.

Rincian OTT yang dilakukan KPK selama empat tahun terakhir sebagai berikut.

2016

Jumlah OTT: 17

Jumlah tersangka: 58

2017

Jumlah OTT: 19

Jumlah tersangka: 72

2018

Jumlah OTT: 30

Jumlah tersangka: 121

2019

Jumlah OTT: 21

Jumlah tersangka: 76.

Selain itu, kata Saut, selama empat tahun terakhir, KPK juga melakukan 498 penyelidikan, 539 penyidikan, 433 penuntutan, 286 putusan inckracht (telah berkekuatan hukum tetap), dan 383 eksekusi. Total ada 608 tersangka selama empat tahun terakhir.

Ia juga menyatakan selama 2017-2019, KPK juga telah menetapkan enam korporasi sebagai tersangka, yakni PT Duta Graha Indah, PT Tuah Sejati, PT Nindya Karya, PT Merial Esa, PT Tradha, dan PT Palma Satu.

"Penetapan tersangka pertama kali dilakukan pada 2017 dengan menetapkan PT DGI (Duta Graha Indah) dalam tindak pidana korupsi pembangunan RS Pendidikan Udayana Tahun Anggaran 2009-2011," ujar Saut.

Ketua KPK Agus Rahardjo menambahkan, kasus yang paling mendapat perhatian dalam empat tahun terakhir adalah kasus korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el). Diketahui, salah satu tersangka dalam kasus ini adalah mantan ketua DPR, Setya Novanto.

"Setiap tahun, KPK selalu mendapat banyak perhatian. Dalam empat tahun terakhir, ternyata isu yang paling mendapat perhatian adalah kasus korupsi KTP-elektronik," kata Agus.

Selanjutnya isu-isu lain yang paling mendapat perhatian, yakni rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) KPK, kasus penyerangan Novel Baswedan, revisi UU KPK, kasus suap proyek Meikarta. Kemudian isu Perppu KPK, suap proyek PLTU Riau-1, seleksi pimpinan KPK periode 2019-2023, polemik Dewan Pengawas KPK, dan kasus korupsi RAPBD Jambi.

[video] KPK Minta Kemendagri Data Aset Negara di Daerah

Selain penindakan, KPK juga mengklaim berhasil dalam hal penyelamatan potensi kerugian negara. Dari bidang pencegahan, Agus menyebut angka Rp 63,8 triliun sebagai potensi kerugian negara yang berhasil diselamatkan KPK.

"Fungsi monitoring kami laksanakan dengan melakukan studi, kajian, pengukuran, pengembangan, dan tindak lanjut. Sektor yang terkait langsung dengan kepentingan masyarakat banyak adalah sektor yang menjadi perhatian KPK, misal sektor kesehatan, sumber daya alam, dan pangan," kata Agus.

Pertama pada sektor kesehatan, ada dua kajian besar yang dilakukan, KPK yaitu kajian pengadaan alat kesehatan dan kajian jaminan kesehatan nasional (JKN). Dari kajian di sektor kesehatan ini, potensi kerugian keuangan negara yang dapat diselamatkan adalah Rp18,15 triliun.

Terkait kajian pengadaan alat kesehatan, KPK mengungkapkan e-catalogue sebagai solusi belum optimal karena jumlah alat kesehatan dan penyedia relatif sedikit (penyedianya hanya ada 7 persen dan produknya hanya 35 persen). Selain itu, pengadaan barang dan jasa secara konvensional untuk pengadaan alat kesehatan masih banyak (transaksi e-catalogue hanya 58 persen).

Sementara soal JKN, KPK mendorong rumah sakit pemerintah dan swasta penyedia JKN seluruh Indonesia untuk menyampaikan rencana kebutuhan obat agar klaim obat pada JKN transparan dan akuntabel. Dengan langkah itu potensi kerugian negara Rp18 triliun dapat diselamatkan.

"Mendorong penyelesaian tunggakan iuran wajib dalam program JKN dengan mengeluarkan surat kepada sejumlah Pemda (19 pemprov dan dua pemkot) untuk tempo pembayaran 2004-2017, menyelamatkan Rp114 miliar," kata Agus.

Selain itu, KPK melakukan piloting tiga wilayah, ditemukan empat dari enam rumah sakit tidak sesuai penetapan kelasnya. Kajian ini berpotensi menyelamatkan uang negara sebesar Rp33 miliar dalam setahun.

Di sektor sumber daya alam (SDA), melalui Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNP-SDA) selama empat tahun terakhir, yaitu dari 2016-2019 terdapat potensi pendapatan dan penyelamatan keuangan negara sejumlah total Rp16,17 triliun. Dari aksi ini, menghasilkan peningkatan potensi penerimaan pajak batu bara di Kalimantan Timur pada 2019 (dari Dijten Pajak dan Ditjen Bea Cukai) senilai Rp400 miliar.

Selanjutnya, kata Agus, KPK mendorong implementasi sistem informasi penatausahaan hasil hutan (SI-PUHH) di Direktorat Jenderal Pengelolaan Hasil Hutan dan Produksi Lestari (PHPL) KLHK sejak 2016 hingga 2018. Agus mengklaim sistem ini menghasilkan peningkatan penerimaan negara bukan pajak dari hutan senilai Rp3,4 triliun.

"Mendorong Penerbitan 67.546 surat permintaan penyelesaian atas data dan/atau keterangan (SP2DK) atas wajib pajak sektor kelapa sawit sejak tahun 2017 sehingga meningkatkan penerimaan pungutan pajak kelapa sawit hingga Rp11,9 triliun," ungkap Agus.

Terakhir soal pangan, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, lembaganya telah melakukan kajian terhadap komoditas pangan strategis, yakni bawang putih selama 2017. Temuan KPK, kata Basaria, terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki, yaitu belum adanya desain kebijakan yang komprehensif dari Kementerian Pertanian dalam membangun swasembada komoditas bawang putih.

"Dukungan informasi atas lahan-lahan pertanian yang secara riil bisa dipergunakan dalam mewujudkan swasembada bawang putih belum optimal," ucap Basaria.

photo
Daftar OTT KPK pada 2019

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement