Rabu 11 Dec 2019 08:04 WIB

Pengusutan Kasus Novel, KPK Minta Polri Terbuka

Aktor intelektual penyerangan juga harus diungkap.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif
Foto: Republika TV/Muhamad Rifani Wibisono
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar Kapolri Jenderal Idham Aziz mematuhi perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera mengungkap, menangkap, dan menghukum pelaku penyerangan terhadap penyidik senior Novel Baswedan. KPK juga mendesak pengungkapan dalang penyiraman air keras terhadap penyidik di badan pemburu koruptor tersebut.

“Kalau ada bukti baru (seharusnya) segera diungkap. Mudah-mudahan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan ini dapat segera diungkap pelakunya,” kata Komisioner KPK Laode Muhammad Syarif di Gedung Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Selasa (10/12).

Baca Juga

Laode mengatakan, bukan hanya pelaku penyerangan Novel Baswedan, melainkan negara juga punya tanggung jawab melindungi dan mengungkap segala ragam penyerangan serta pengintimidasian terhadap sejumlah penyidik, bahkan pemimpin KPK.

Sedangkan Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap mengapresiasi ketegasan Jokowi terhadap Kapolri Jenderal Idham Azis terkait penyelidikan Novel Baswedan. Meskipun pengungkapan tersebut sudah berlarut-larut, perintah Presiden kepada kapolri memberi harapan baru dalam mengungkap dalang dan pelaku penyerangan.

“WP KPK menyambut baik perintah Presiden kepada kapolri untuk mengumumkan segera hasil dari (penyelidikan) kasus Novel Baswedan,” kata dia lewat pesan singkatnya, Selasa (10/12).

Yudi mengatakan, Presiden secara tegas meminta kapolri mengumumkan temuan bukti baru dan simpulan penyelidikan kepada publik dalam hitungan hari mendatang. Menurut Yudi, perintah Presiden tersebut harus dijalankan oleh kapolri.

“Semoga dalam waktu beberapa hari ke depan, kita sudah dapat mengetahui siapa pelakunya (penyerang Novel Baswedan),” katanya. Pada Januari 2020 mendatang, pengungkapan kasus Novel Baswedan sudah memakan waktu seribu hari dari penyerangan yang terjadi pada April 2017.

Salah satu pendamping hukum Novel Baswedan, Haris Azhar saat ditemui mengaku, masih pesimistis dengan komitmen, baik Presiden Jokowi maupun Polri dalam pengungkapan pelaku dan dalang penyerangan. Bahkan, menurut dia, ada tabiat tak baik dari penguasa juga kepolisian supaya kasus penyerangan air keras terhadap Novel Baswedan mengendap saja untuk dilupakan.

“Ada konstruksi yang besar dalam kasus Novel (Baswedan) ini. Dan ini mengundang pesimisme di publik,” kata dia di gedung KPK, Selasa (10/12).

Haris menerangkan tiga hal yang menjadi dasar pesimisme itu. Di antaranya, dari komitmen Polri yang sengaja mengulur-ukur waktu dan menunda-nunda penyelidikan sampai dua tahun untuk mengungkap dalang dan pelaku penyerangan. Kemudian sikap tak wajar kepolisian yang tampak setengah hati mengungkap dan menemukan pelaku serta dalang penyerangan.

Hal itu, menurut Haris, membuat Presiden Jokowi gamang menjawab harapan publik agar kasus tersebut terungkap. Ia meyakini, sebetulnya Presiden Jokowi punya sumber informasi yang akurat tentang siapa dalang dan pelaku penyerangan terhadap Novel Baswedan.

Ia juga meyakini Polri sebetulnya sudah mengetahui dalang, dan pelaku, bahkan motif pasti penyerangan. “Presiden sudah pasti tahulah. Kepolisian juga sudah pasti tahu,” kata Haris. Namun, menurut dia, tak tampak ada keberanian dari Presiden Jokowi ataupun Kapolri Idham Aziz untuk mengungkapnya. “Kasus Novel Baswedan ini bukan pidana yang biasa. Ini yang membuat Presiden menjadi kikuk,” kata Haris.

photo
Penyidik senior KPK Novel Baswedan.

Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menilai, pernyataan Jokowi terkait kasus Novel sangat menarik dan kuat. Ia juga menunggu pelaku yang akan diumumkan ke publik dalam waktu dekat ini.

Namun, ia berharap, pelaku yang diumumkan tersebut bukan hanya pelaku yang melakukan eksekusi di lapangan, melainkan juga yang memberikan perintah penyerangan. "Jangan sampai pelaku hanyalah eksekutor lapangan dan tidak menyentuh pelaku utama yang memerintahkan tindakan, intelectual dader. Kita tunggu saja, apakah yang diumumkan itu betul-betul pelaku atau hanya pelaku yang dikorbankan," katanya.

Feri menerangkan, publik perlu mengetahui siapa dalang atau pelaku utama dari penyerangan yang terjadi lebih dari dua tahun lalu itu. Dengan diberikan kejelasan mengenai kasus tersebut, publik tahu negara tidak sedang mempermainkan rasa keadilan masyarakat. n bambang noroyono/ronggo astungkoro, ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement