REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pada tahun 2020 akan ada tiga hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan purna tugas. Ketiga hakim tersebut adalah I Dewa Gede Palguna dari unsur Presiden serta Suhartoyo dan Manahan MP Sitompul yang diajukan pihak Mahkamah Agung (MA). Diharapkan penggantinya memiliki kriteria yang lebih baik.
Terkait itu, Ketua KODE Inisiatif Veri Junaidi menekankan dua kriteria yang perlu diperhatikan dalam seleksi hakim konstitusi. Menurutnya, sosok yang berhak menjadi hakim konstitusi adalah individu yang memiliki kemampuan mumpuni dan bertanggungjawab secara moral dan intelektual.
"Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika dilekatkan syarat dan predikat terhadapnya sebagai seorang negarawan," ungkap Veri dalam diskusi bertajuk Membaca Masa Depan Mahkamah Konstitusi di Upnormal Coffee Roasters, Jakarta, Selasa (3/12).
Kriteria pertama, hakim konstitusi selain memahami ketatanegaraan secara luas, juga perlu pemahaman kuat tentang isu kepemiluan dan demokrasi. Dengan begitu hakim konstitusi terpilih nantinya memiliki pemahaman mumpuni untuk memastikan konstitusionalitas penyelenggaraan Pemilu.
Apalagi persoalan kepemiluan menjadi salah satu isu yang paling banyak diujikan oleh berbagai pihak di MK. Belum lagi jika dikaitkan dengan kewenangan sengketa pemilu dan pilkada. Kemudian pada tahun 2020 akan berlangsung Pilkada di 270 daerah serta tantangan Pemilu 2024.
"Jika desain tidak berubah, maka Pemilu dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, kabupaten dan kota dan kepala daerah," jelasnya.
Kriteria kedua, lanjut Veri, bahwa hakim konstitusi perlu memiliki pemahaman yang mendalam mengenai penataan dan konstitusionalitas perundang-undangan. Dikarenakan hingga saat ini persoalan regulasi masih menjadi tantangan tersendiri di Indonesia. Biasanya pengujian undang-undang di MK didasari pada alasan bahwa adanya ketidakpastian hukum dalam suatu produk undang-undang itu.
Tidak hanya itu tantangan ke depannya, kata Veri, Presiden Joko Widodo sangat kuat mewacanakan penyederhanaan regulasi melalui pendekatan omnibus law dalam menyusun RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Pemberdayaan UMKM. Namun, yang terpenting, sambung Veri, dalam penataan regulasi bukan soal memudahkan.
"Tapi juga harus konstitusional dalam konteks ini ya tentu berdasarkan kewenangan MK jika memutus proses pengujian di MK," tegas Veri.
Oleh karena itu, Veri meminta panitia seleksi agar memberikan perhatian pada tiga hal. Pertama Presiden patut menjaga tradisi seleksi terbuka dan partisipatif dengan orientasi memilih hakim konstitusi yang bertanggungjawab secara moral dan intelektual. Kedua, panitia seleksi dari pihak presiden harus cermat untuk memilih orang yang tepat, berintegritas dan sesuai dengan kebutuhan institusi MK itu sendiri.
"Ketiga, Mahkamah Agung hendaknya membuka proses pencalonan secara terbuka, baik terhadap asal kandidat pendaftar, terhadap publik untuk ikut memberi masukan dan melalui panel ahli," tutur Veri.