REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dessy Suciati Saputri, Dadang Kurnia
Sekretaris Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) di DPR RI Saan Mustopa menegaskan bahwa partainya tidak memiliki niatan mencari muka terkait adanya wacana mengenai amendemen UUD 1945 dengan mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Wacana itu sebelumnya telah ditolak oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Buat apa juga misalnya Nasdem melakukan sesuatu ingin cari muka. Kalau cari muka kemarin saja periode pertama pencalonan Pak Jokowi misalnya, tapi kita enggak," ujar Saan di Jakarta, Selasa.
Nasdem merupakan fraksi di DPR yang mengusulkan perihal wacana perubahan masa jabatan presiden tersebut. Saan mengatakan, sejak awal mendukung Presiden Jokowi untuk maju sebagai calon presiden pada Pemilu 2014, Nasdem telah menyatakan sikap untuk memberikan dukungan tanpa syarat.
Nasdem, kata Saan, memandang sosok Presiden Jokowi sebagai putra terbaik bangsa. Sehingga, memberi dukungan yang tulus sudah menjadi keharusan bagi partai pimpinan Surya Paloh tersebut.
"Kita melihat sosok Pak Jokowi adalah putra terbaik bangsa. Maka, kita mendukungnya dengan tulus dan tanpa mensyaratkan apa pun," kata dia.
Lebih lanjut, Saan mengatakan, wacana mengenai amendemen UUD 1945 dengan mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode bukan menjadi sikap Partai Nasdem, melainkan hanya berupa gagasan. Dia mengaku bahwa saat ini partainya masih melakukan uji publik untuk menyerap dan mendengar secara langsung tanggapan masyarakat terkait wacana tersebut.
"Kalau ternyata mayoritas masyarakat kita umumnya tidak setuju dengan amendemen, jangankan misalnya tentang masa jabatan, terkait amendemen saja tidak setuju maka Nasdem akan mengikuti sikap dari umumnya masyarakat, Nasdem tidak akan setuju," kata dia.
"Jadi, kita lihat Presiden sudah bersikap tidak perlu adanya amendemen. Itu masukan buat kita, penting. Nah, tinggal kita lihat publik seperti apa," kata dia.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh juga mengomentari soal wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Menurut dia, jika memang lama masa jabatan presiden tiga periode relevan dengan masa saat ini, Nasdem siap mendukungnya.
"Kalau memang kebutuhannya ke arah situ (lama masa jabatan tiga periode), mengapa enggak? Kalau memang suasana tuntutan pada waktu itu memang yang terbaik, pasti didukung, tapi ini kan belum," ujar Surya Paloh seusai melepas 157 unit mobil Nasdem Siaga di JX International (Jatim Expo), Surabaya, Sabtu (23/11).
Surya Paloh melanjutkan, amendemen UUD 1945 terkait lama masa jabatan presiden merupakan sebuah diskursus yang menarik. Paloh berpendapat, wacana perubahan aturan terkait berapa lama masa jabatan presiden merupakan satu hal yang wajar. Karena, kata dia, sistem demokrasi di Indonesia bukan merupakan produk konservatif.
"Dia (demokrasi) begitu dinamis. Orang diberikan kebebasan masing-masing. Demikian juga terhadap perubahan, kalau memang ada perubahan jangan kita terkejut-kejut, wajar-wajar aja," ujar Paloh.
Meski demikian, lanjut Surya Paloh, syaratnya, keputusan yang diambil harus melibatkan seluruh elemen masyarakat. Menurut dia, seharusnya masyarakat bisa mendukung pikiran-pikiran yang dinamis. Namun, lanjut Paloh, jika masalah-masalah tersebut malah mengganggu semangat persatuan, tidak semestinya memunculkan diskursus yang mengundang perpecahan.
"Kalau memang diskursusnya itu mencerdaskan kebangsaan kita, ya harus kita dukung. Harus ada peran partisipasi publik tumbuh. Kalau peran partisipasi publik tumbuh, enggak takut kita bikin perubahan apa pun," ujar Paloh.
Namun, wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode ditolak secara tegas oleh Jokowi. Menurut Jokowi, wacana tersebut dimunculkan karena ada pihak yang ingin menjerumuskannya.
"Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu, satu ingin menampar muka saya, kedua ingin cari muka, ketiga ingin menjerumuskan. Itu aja," ujar Jokowi saat berbincang dengan awak media Istana di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12).
Kendati demikian, ia enggan menyebut lebih detail siapa pihak yang ingin menjerumuskannya dengan wacana penambahan masa jabatan presiden itu. Jokowi menyampaikan, rencana amendemen UUD 1945 yang kini bergulir di MPR hanya diperlukan untuk urusan haluan negara. Namun, wacana yang muncul saat ini justru sebaliknya.
"Sejak awal, sudah saya sampaikan, saya ini produk dari pemilihan langsung. Sehingga, saat itu ada keinginan untuk amendemen, jawaban saya, apakah bisa amendemen dibatasi? Untuk urusan haluan negara, jangan melebar ke mana-mana. Kenyataannya seperti itu kan. Presiden dipilih MPR, presiden tiga periode, presiden satu kali delapan tahun," kata dia.
Karena itu, menurutnya tak perlu dilakukan amendemen. Sebaiknya pemerintah lebih berkonsentrasi menghadapi berbagai tekanan eksternal yang tak mudah diselesaikan.
"Jadi, lebih baik, tidak usah amendemen. Kita konsentrasi saja ke tekanan-tekanan eksternal yang bukan sesuatu yang mudah untuk diselesaikan," ujar Jokowi.
Saya adalah produk pemilihan langsung berdasarkan UUD 1945 pasca-Reformasi. Posisi saya jelas: tak setuju dengan usul masa jabatan presiden tiga periode. Usulan itu menjerumuskan saya.
Saat ini lebih baik kita konsentrasi melewati tekanan eksternal yang tidak mudah diselesaikan. pic.twitter.com/ac5KkUmhTD
— Joko Widodo (@jokowi) December 2, 2019