REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 tahun 2019, tentang Majelis Taklim mendapat sorotan. Peraturan ini diterbitkan pada 13 November 2019. Pemerintah dinilai mewajibkan majelis taklim untuk mendaftar lewat aturan ini.
Keluarnya PMA tersebut, disesalkan oleh Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily. Sebab, menururdia, pemerintah dinilainya terlalu mengintervensi ranah peribadi masyarakat. "Itu terlalu masuk ke dalam ranah yang bukan kewenangan dari pemerintah, nah itu yang sangat kami sesalkan," ujar Ace di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (2/12).
Diketahui, PMA Nomor 29 tahun 2019 tentang Majelis Taklim ini terdiri atas enam bab, dengan 22 pasal. Aturan ini berisi mengenai tugas dan tujuan mejelis taklim, pendaftaran, penyelenggaraan yang mencangkup pengurus, ustadz, jamaah, tempat, dan materi ajar.
Draf PMA Majelis Taklim tersebut, dalam Pasal 6 ayat 1 PMA ini mengatur bahwa majelis taklim harus terdaftar pada kantor Kementerian Agama. Kemudian, pada poin 2 disebutkan pengajuan pendaftaran harus dilakukan secara tertulis.
Hal itu juga dinilai Ace dapat menimbulkan gejolak di masyarakat. Karena pemerintah seakan menaruh rasa curiga terhadap majelis taklim, yang padahal melakukan kegiatan keagamaan yang positif.
"Ini bisa menimbukan bukan saja kegaduhan, tapi lebih dari itu adalah asumsi dugaan di masyarakat. Untuk apa kegiatan keagamaan mesti didaftarkan dan dilaporkan," ujar Ace.
Komisi VIII rencananya akan segera memanggil Menteri Agama Fachrul Razi. Untuk langsung menanyakan kepadanya, alasan dikeluarkannya PMA Nomor 29 Tentang Majelis Taklim. "Nanti pada saatnya kita akan mengklarifikasi kepada Menteri Agama, karena kita lihat di media alasan Menag katanya untuk memudahkan pembinaan dan pemberian bantuan," ujar Ace.