Rabu 27 Nov 2019 09:58 WIB

Jakarta Kayak Kampung: Sindiran Tito dan Respons Anies

Mendagri Tito membandingkan Jakarta dengan Beijing dan Shanghai.

Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan dipilih menjadi Ketua Umum Asosias Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia periode 2019-2023 saat Musyawarah Nasional APPSI VI di Hotel Borobudur,  Jakarta Pusat, Selasa (26/11).
Foto: Republika/Mimi Kartika
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan dipilih menjadi Ketua Umum Asosias Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia periode 2019-2023 saat Musyawarah Nasional APPSI VI di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (26/11).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mimi Kartika, Antara

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyindir Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan terkait tata kota Ibu Kota. Tito menyebut Jakarta seperti kampung bila dibandingkan dengan kota-kota yang ada di China.

Baca Juga

Tito menuturkan kondisi Shanghai maupun Beijing dan Jakarta saat ini berbanding terbalik dengan tahun 1998. Ketika itu, lanjut dia, Jakarta jauh lebih modern dibandingkan dengan Beijing dan Shanghai.

"Kita '98 mungkin, 'Ah ini negara (China) dengan Jakarta saja Beijing-nya kita lihat sudah seperti kampung.' Sekarang kebalik-kebalik. Pak Anies, saya yakin Pak Anies sering ke China, kebalik Beijing-Shanghai. Kalau kita lihat, Jakarta kayak kampung dibanding dengan Shanghai," ujar Tito dalam sambutannya di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (26/11).

Tito memberikan sambutan sekaligus materi dalam Musyawarah Nasional Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Tahun 2019. Tito mengaku pernah berkunjung ke Beijing pada tahun 1998 dalam sebuah studi banding.

Saat itu, kata dia, penduduk China masih menggunakan sepeda sebagai transportasi utama dan belum ada motor maupun mobil. Selain itu, terdapat kampung kumuh dan sungai kotor yang terlihat dari hotel tempatnya menginap.

Namun, saat ia kembali ke China pada 2018, transportasi publik modern dan mobil terbaru sudah mengaspal di jalan. Sungai yang dulunya ia lihat kotor pun telah bersih bahkan menjadi tempat berenang orang-orang.

Selain itu, Tito juga sempat menyinggung stabilitas politik dan keamanan di DKI Jakarta. Ia mengingat demo berhari-hari di Ibu Kota setelah pemilihan umum (pemilu 2019 lalu dan terkait unjuk rasa terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) kontroversial. Namun, Tito memuji kepolisian dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Kita lihat Hongkong, keamanan terganggu. Ekonomi luar biasa mereka, pusat ekonomi. Tapi demo enggak habis-habis dua bulan. Polisinya kenal sama saya. Saya harus menyampaikan kedukaan karena tugas berat Anda atau saya harus sampaikan congratulate hormat karena Anda memiliki tantangan. Enam bulan saya kira jadi polisi di sana setengah mati," kata dia.

Namun, tutur Tito, Anies bisa menyelesaikan dengan sigap usai demo berlangsung di depan kantor Bawaslu RI dan unjuk rasa di depan gedung DPR RI. Menurutnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) yang membersihkan lokasi pascademo.

"Kalau kita lihat, Jakarta kayak kampung dibanding dengan Shanghai," kata Tito.

"Mas Anies diminta untuk bagaimana demo di Bawaslu, demo di DPR tiga hari, itu saja sudah setengah mati kita. Sudah kita (polisi) selesai. Mas Anies bersih-bersihin itu, pagi-pagi sudah clear. Terima kasih Mas Anies dan Pasukan Oranye-nya (PPSU)," ungkap dia.

Tito mengatakan, banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menjaga stabilitas keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Sebab mulai ada keraguan terhadap sistem di negara-negara demokrasi.

Paradoks demokrasi, kata Tito, muncul karena negara demokrasi mengalami stagnansi. Sementara negara non-demokrasi seperti China melakukan lompatan-lompatan dalam urusan ekonomi dan militer untuk menjadi negara yang dominan di dunia.

"Ini tantangan bagi kita, kalau kita bisa membuktikan, maka masyarakat akan melihat demokrasi jadi baik. Tapi kalau kesejahteraan tidak bisa dibangun di atas sistem demokrasi, maka masyarakat akan mencari alternatif yang lain. Makanya muncul tawaran khilafah, tawaran kembali ke sistem semi-otoriter, itu muncul," jelas Tito.

photo
Potret bangunan kumuh di Kampung Belawan, Cideng, Jakarta, Kamis (24/10/2019).

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menangkap pesan penting dari pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang membandingkan Shanghai-Beijing dengan Jakarta. Menurutnya hal itu mengenai transformasi suatu negara.

"Jadi menurut saya, justru pelajaran penting yang kita ambil dari pesan yang disampaikan Pak Mendagri tadi adalah pesan tentang transformasi sebuah negara. Lebih dari soal kata kampung yang memang clickbait dan menarik. Tapi sesungguhnya, ini adalah pesan penting bagaimana transformasi sebuah negara itu terjadi, dikerjakan dengan konsisten selama beberapa dekade, dan sekarang mereka merasakan buahnya," katanya di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa.

Menurut dia, pernyataan Tito memberikan gambaran transformasi yang dialami China selama empat dekade dibandingkan dengan negara-negara seperti Australia, Selandia Baru, termasuk Indonesia.

"Jadi menceritakan betapa cepatnya terjadi perubahan di sana. Jadi menurut saya, tidak usah dilepaskan konteks percakapannya. Konteks percakapannya adalah konteks percakapan tentang transformasi. Itu artinya juga PR bagi kita untuk mempercepat transformasi. Dan ini objektif saja," ujar Anies.

Bahwa, katanya, dalam beberapa dekade, perekonomian China yang semula kecil, lompat sampai 100 kali lebih besar.

"Jadi melampauinya bukan hanya kasus Jakarta dan Shanghai. Tapi juga bagaimana Tiongkok dibandingkan dengan seluruh dunia. Lompatan 100 kali perekonomian itu dahsyat," ucapnya.

Lompatan tersebut, kata Anies, jangan pernah berpikir semua bisa selesai dalam satu hingga dua malam. Tetapi, merupakan kerja yang waktunya panjang.

"Karena itu, kita bicara pembangunan infrastruktur, konektivitas jalan, telekomunikasi, ini proses pembangunan yang cukup panjang, yang sekarang sedang dilakukan adalah transformasi yang luar biasa, nantinya ketika kita melihat misalnya 1-2 dekade ke depan, kita akan menyaksikan betapa dampaknya besar keputusan-keputusan pembangunan yang transformatif seperti ini," tuturnya.

Menangkap pesan dari Tito tersebut, kata Anies, tentang bagaimana transformasi sebuah negara. Dia mencontohkan di Jakarta, di mana mereka melakukan transformasi transportasi dengan mengintegrasikan rute hingga manajemen tiket.

"Dan apa yang terjadi? Di tahun 2017, jumlah penumpang kendaraan umum kita ada 338 ribu. Dalam dua tahun, dia berubah hampir 700 ribu. Lompat dua kali lipat dalam dua tahun. Kenapa? Ya karena ada transformasi serius di bidang integrasi transportasi," ucapnya.

Anies menekankan jika melakukan langkah-langkah yang tepat untuk melakukan transformasi maka lompatan yang drastis tersebut akan terjadi.

"Dan China memberikan pelajaran bahwa lompatan drastis itu bukan satu hingga dua lokasi, tetapi di seluruh negeri. Jadi ini pesan yang menurut saya untuk kepala daerah menjadi menarik," tuturnya.

photo
Jakarta Ramah Sepeda

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement