Sabtu 16 Nov 2019 09:06 WIB

Menteri PPPA: Pembahasan RUU P-KS tidak dari Nol

Pembahasan RUU P-KS akan melanjutkan dari DPR periode sebelumnya.

Red: Nur Aini
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmavati mengatakan RUU P-KS tidak dibahas dari nol.
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmavati mengatakan RUU P-KS tidak dibahas dari nol.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Puspayoga mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) dengan DPR periode 2019-2024 tidak akan mulai dari nol, tetapi melanjutkan hasil pembahasan dengan DPR periode sebelumnya.

"Justru kami akan mengkaji hingga menemukan persepsi yang sama, agar tidak rancu dan tidak bias," katanya saat ditemui wartawan seusai rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pekan ini.

Baca Juga

Dalam rapat kerja tersebut, Menteri PPPA memaparkan rapat terakhir dengan Komisi VIII periode 2014-2019 pada 25 September 2019 telah menyepakati pembentukan tim perumus. Selain itu, substansi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual meliputi pencegahan, pelindungan, dan rehabilitasi terhadap korban.

"Pembahasan lebih lanjut mengenai RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sesuai dengan ketentuan Pasal 71A Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan," katanya.

Pembahasan terakhir dengan DPR periode 2014-2019 juga menyepakati penyelesaian RUU Penghapusan Kekerasan Seksual akan dilimpahkan pada DPR periode 2019-2024.

Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Gerindra Zainul Arifin mengatakan meskipun RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menimbulkan pro dan kontra, fraksinya mendorong agar segera disahkan.

"Kami berharap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual pada periode ini bisa masuk dalam Program Legislasi Nasional dan segera disahkan oleh DPR," katanya.

Zainul menilai perempuan dan anak Indonesia sudah dalam kondisi darurat kekerasan seksual sehingga perlu ada aturan yang tidak hanya mencegah, tetapi juga melindungi dan merehabilitasi korban.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement