REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Agung Nugroho, mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak bisa membuat diskresi demi menunjuk Antasari Azhar, yang pernah menjadi narapidana, menjadi anggota Dewan Pengawas KPK. Sebab, pemilihan anggota Dewas KPK tidak sedang dalam kondisi yang genting.
"Hal ini kan bukan kegentingan yang memaksa. Hal itu semacam mengada-ada untuk melanggar UU KPK yang dibuat pemerintah sendiri bersama DPR," kata Agung ketika dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Kamis (9/11).
Mantan Ketua KPK Antasari Azhar diisukan akan ditunjuk oleh Jokowi untuk menjadi anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Namun ia terganjal Pasal 37 dalam UU Nomor 19/2019 tentang Perubahan UU KPK yang menyatakan syarat menjadi anggota Dewas adalah tidak pernah dipidana penjara dengan ancaman pidana minimal lima tahun.
Menangapi hal itu, Antasari menyebut bahwa dirinya bisa saja menjadi Dewas KPK jika Jokowi memakai hak diskresinya. Hak tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Agung menegaskan, hak diskresi itu hanya bisa dipakai jika presiden dalam kondisi yang sangat memaksa. Sedangkan penunjukan anggota Dewas KPK saat ini masih banyak peluang untuk nama lain. "Contohnya itu seperti membuat Perpu. Kalau soal ini saya rasa tidak dalam kondisi yang memaksa," ucapnya.
Seperti diketahui, Antasari Azhar, pada 2010, pernah dijatuhi vonis 18 tahun penjara. Ia terbukti bersalah dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Rajawali Putra Banjaran.