REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri media Tanah Air membutuhkan data statistik dari satu lembaga resmi di bawah pemerintah untuk kebutuhan pemetaan pasar. Data yang valid akan sangat membantu para pelaku industri media Tanah Air, baik cetak, daring, radio, maupun televisi untuk bisa melakukan inovasi bisnis di tengah gempuran sosial media.
Hal itu menjadi salah satu rekomendasi yang dihasilkan dari panel diskusi ekosistem media periklanan dalam mengembangan ekonomi kreatif dalam Dialog Nasional Ekonomi Kreatif yang diselenggarakan Kamar Dagang dan Industri Indonesia di Jakarta, Kamis (7/11).
Pemimpin Redaksi Republika, Irfan Junaidi, menuturkan, bagi media cetak saat ini, perlu ada suatu data yang diambil dan bisa menggambarkan semua fenomena pembaca dengan adil. Media cetak, menurut Irfan, membutuhkan suatu data yang benar-benar valid agar industri bisa melakukan langkah ekspansi dengan tepat.
Sebagai contoh, validitas yang dimaksud Irfan adalah data yang diambil dari sebuah wilayah dan bisa menggambarkan situasi riil. Bukan data yang diambil dari pihak-pihak yang sudah diatur sedemikian rupa agar hasilnya tidak sesuai kondisi riil.
"Data sampel yang adil. Misal suatu media di suatu kota pembacanya bagus, itu bukan karena ada kesengajaan," kata Irfan.
Sekretaris Jenderal Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Muhammad Rafiq mengatakan, saat ini keanggotaan PRSSNI tersebar di 27 provinsi. Adapun jumlah radio resmi yang terdaftar di Indonesia sebanyak 2.000.
Ia berharap, agar pengambilan data pendengar radio dilakukan oleh satu lembaga dan bisa dijadikan rujukan oleh setiap pelaku industri. Bukan lagi berdasarkan dari ragam data yang hasilnya berbeda-beda sehingga menimbulkan ketidakpercaaan.
"Jadi, siapapun itu yang bisa membuat data, gunakan tools dan sampling yang sesuai, metode secara terbuka dan sudah teruji dengan baik," ujar dia.
Sementara itu, Chief External Affair Officer ANTV, Teguh Anantawikrama, menekankan, perlunya perluasan area cakupan survei konsumen media. Sejauh ini, kata dia, data-data yang ditemukan oleh lembaga riset belum begitu menggambarkan situasi riil di Indonesia.
Sebab, ia mengakui, kerap kali menemukan pasar-pasar konsumen media, khususnya televisi yang selama ini belum terekam oleh data riset yang ada. Di satu sisi, orang-orang yang menjadi koresponden harus dipastikan statusnya sehingga pengambilan data bisa dilakukan secara kredibel.