Rabu 06 Nov 2019 06:25 WIB

Menkes Minta Masyarakat Memaklumi Kenaikan Iuran BPJS

Kenaikan iuran BPJS dibutuhkan untuk menutup defisit.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (tengah) dan Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris (kanan) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (tengah) dan Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris (kanan) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (5/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah memutuskan menaikkan iuran BPJS hingga 100 persen untuk kepersertaan mandiri. Hal itu tertuang berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres nomor 82 Tahun 2018

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menjelaskan bahwa alasan pemerintah melakukan hal tersebut untuk mengatasi defisit yang terjadi.

Baca Juga

Namun, ia menegaskan bahwa tidak melepaskan tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Sebab, pemerintah juga menggelontorkan setidaknya Rp 9,7 triliun untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI).

"Dengan keputusan menaikan iuran, pemerintah mengeluarkan pengeluaran yang besar sekali. Dari PBI saja, itu sudah Rp 9,7 triliun keberpihakan pemerintah pada orang yang kurang mampu," ujar Terawan di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (5/11).

Terawan meminta semua pihak untuk memahami keputusan pemerintah untuk menaikkan iuran. Karena pemerintah juga merasakan beban yang sama dengan masyarakat untuk melakukan hal tersebut. "Pemerintah berpihak pada orang tidak mampu, di mana digelontorkan dari Rp 26 (triliun) ditambah Rp 9,7 (triliun) itu angka yang besar sekali," ujar Terawan.

Terkait adanya masyarakat yang pindah kelas BPJS Kesehatan, Terawan mempersilahkan hal tersebut. Ia melihat itu sebagai hal yang positif karena masyarakat semakin sadar akan manfaat program tersebut. "Tinggal bergeser, untuk didata ulang. Dukungan daerah, pemerintah daerah juga perlu ada untuk membantu karena tidak mungkin semuanya desentralisasi semua harus ada kegotongroyongan," ujar Terawan.

Namun ia mengingatkan agar para peserta untuk rutin membayar iuran setiap bulannya. Karena salah satu penyebab defisit di BPJS Kesehatan adalah tingkat kepesertaan aktif yang masih rendah.

"Kalau dia mau turunkan kelas, karena itu wujud kesadaran. BPJS menumbuhkan kesadaran gotong royong kalau enggak mampu ya jangan dipaksakan untuk kelas 1. Kalau dia masuknya ke kelas 3 ya tidak apa-apa, itu wujud kontribusi," ujar Terawan.

Diketahui, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres nomor 82 Tahun 2018 tentang Jamina Kesehatan, tarif BPJS naik 100 persen untuk kepersertaan mandiri. Baik kelas satu, dua, maupun tiga yang akan diterapkan pada awal Januari 2020.

Tarif iuran kelas III dengan manfaat pelayanan di ruang kelas perawatan kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan. Selain itu, iuran kelas mandiri II dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per bulan. Sementara, iuran kepesertaan BPJS Kesehatan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I naik dua kali lipat. Dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per bulan untuk tiap peserta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement