REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, menuai beragam respon dari masyarakat. Pihak BPJS Kesehatan mengatakan besaran iuran yang baru masih di bawah angka perhitungan iuran yang sesungguhnya.
Menurut review Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI), iuran peserta JKN-KIS segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri kelas 1 seharusnya adalah sebesar Rp 274.204 per orang per bulan, kelas 2 adalah Rp 190.639 per orang per bulan, dan kelas 3 adalah Rp 131.195 per orang per bulan. Hasil perhitungan besaran iuran PBPU ini sangat tinggi sehingga diperkirakan tidak terjangkau daya beli masyarakat. Oleh karenanya, perlu ada subsidi besaran iuran terhadap segmen PBPU.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, hal inilah yang dilakukan pemerintah sehingga penyesuaian iuran bagi peserta mandiri tidak sebesar yang seharusnya. Melalui Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019, pemerintah menetapkan iuran peserta mandiri kelas 1 sebesar Rp 160.000 (58 persen dari iuran yang seharusnya), kelas 2 sebesar Rp 110.000 (58 persen dari iuran yang seharusnya), dan kelas 3 sebesar Rp 42.000 (32 persen dari iuran yang seharusnya).
"Bisa dikatakan, besaran iuran yang baru ini sudah disubsidi oleh pemerintah, khususnya segmen PBPU. Jadi jangan bilang pemerintah tidak berpihak pada rakyat, justru pemerintah sudah sangat memperhatikan kondisi rakyatnya. Negara justru sangat hadir, selain membayari segmen PBI juga menambah subsidi segmen PBPU," Fachmi Idris dalam keterangannya, Jumat (1/11).
Penyesuaian iuran juga dikatakan akan diiringi pembenahan pelayanan kesehatan. Saat ini BPJS Kesehatan berupaya menguatkan peran FKTP sebagai gate keeper melalui penerapan rujukan horizontal secara bertahap. Rujukan horizontal merupakan mekanisme rujukan FKTP ke jejaringnya maupun rujukan antar FKTP ke FKTP lain beserta jejaringnya yang memiliki kemampuan dan kelengkapan sarana prasarana yang dibutuhkan.
BPJS Kesehatan juga telah mengeluarkan Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019 yang berisi tentang pembaruan aturan penerapan Kapitasi Berbasis Kinerja (KBK) bagi FKTP. Aturan ini berlaku per 1 November 2019. Salah satu indikator dan target penilaian kinerja FKTP yang berbeda dari ketentuan sebelumnya adalah rasio rujukan non spesialistik ke rumah sakit, berubah dari <5 persen menjadi <2 persen.
"Diharapkan dengan demikian, peserta bisa memperoleh pelayanan secara tuntas di FKTP dan angka rujukan ke rumah sakit bisa dikendalikan. Upaya ini juga diharapkan bisa memangkas antrian peserta di rumah sakit," kata Fachmi.
Sementara di tingkat FKRTL, review kelas rumah sakit juga harus benar-benar dilaksanakan agar rumah sakit bisa memberikan layanan kesehatan sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya, sehingga ada pemerataan akses layanan rumah sakit dan peserta JKN-KIS bisa mendapatkan penanganan yang maksimal.
Dari semua penjelasan itu, BPJS Kesehatan akan memastikan peningkatan kualitas layanan di fasilitas kesehatan mitra BPJS Kesehatan. Bagi masyarakat yang mendapatkan perlakuan pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan dapat menghubungi BPJS Kesehatan Care Center 1500 400.
"Rasionalisasi iuran ini harus menjadi momentum bersama seluruh stakeholders untuk menjaga kualitas pelayanan," kata Fachmi menegaskan.