Selasa 29 Oct 2019 06:19 WIB

Odong-Odong Dilarang Beroperasi

Pengemudi odong-odong nilai pendapatannya lebih besar daripada gabung Transjakarta.

Rep: Antara/ Red: Bilal Ramadhan
Odong-odong
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Odong-odong

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Kota Jakarta Pusat (Jakpus) melalui Suku Dinas Perhubungan setempat mengimbau agar odong-odong tidak lagi beroperasi di jalan raya. Sudinhub menilai, odong-odong merupakan kendaraan modifikasi.

"Selama ini kalau memang ada odong-odong yang beroperasi, kita imbau atau beri teguran sesuai kewenangan kita," kata Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Pusat, Harlem Simanjutak, Senin (28/10).

Menurut Harlem, pihaknya tidak dapat melakukan tindakan dengan memberikan bukti pelanggaran (tilang) odong-odong secara langsung karena hal tersebut merupakan kewenangan polisi. "Odong-odong kan motor yang dimodifikasi, SIM dan STNK melekat pada motor itu," ujar Harlem.

Harlem mengatakan, pihaknya pun belum menjadwalkan untuk penertiban kendaraan odong-odong secara khusus karena memerlukan koordinasi dengan pihak kepolisian. "Selama kalau ada (odong-odong) yang beroperasi, kita pasti tegur," kata dia.

Tak hanya Pemkot Jakpus, Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur juga telah mengintensifkan sosialisasi larangan operasional kereta mini atau odong-odong dalam dua pekan ke depan.

"Bisa dua pekan ke depan sosialisasinya karena tahapan-tahapannya itu yang perlu diketahui seluruh pihak," kata Kepala Bidang Lalu Lintas Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur, Andreas Eman.

Sosialisasi dilakukan dengan sejumlah cara, seperti pemasangan spanduk dan dialog langsung dengan sejumlah komunitas ataupun pengusaha perseorangan hingga mendatangi RT/RW. Menurut Andreas, sosialisasi penting dilakukan agar saat penjatuhan sanksi bagi pelanggar tidak menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat.

"Kalau wilayah kan eksekusinya, jadi kalau umpamanya diperintah oleh dinas, sosialisasi sudah, pemberitahuan sudah, masih istilahnya beroperasi, jadi dilakukan penertiban," ujar dia.

Terdapat dua wilayah kecamatan di Jakarta Timur yang sangat mendominasi operasional odong-odong, yaitu Jatinegara dan Cipayung. Namun, saat ditanya terkait jumlah odong-odong yang kini beroperasi di wilayahnya, Andreas belum bisa menjawab sebab masih dalam proses pendataan.

"Sementara ini belum ada data yang valid banget karena menunggu dari kecamatan dan kelurahan, masih menunggu mungkin nanti ada pemberitahuan lanjutan," kata dia.

Sosialisasi larangan operasional bagi odong-odong sudah berlangsung sejak 11 September 2019, tetapi saat ini kembali diintensifkan. Tahapan pertama melalui spanduk dibunyikan untuk pengguna, tahap kedua untuk pengemudi, dan tahap ketiga untuk pemilik usaha.

Alasan mendasar dilarangnya odong-odong adalah pelanggaran spesifikasi teknis kendaraan, khususnya tentang dimensi dan kemampuan daya angkut serta tanpa dilengkapi dengan dokumen perjalanan yang sah.

Selanjutnya, belum ada pengujian yang sah terkait tipe kendaraan sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 50 Ayat (1). Odong-odong juga dianggap berpotensi membahayakan keselamatan berlalu lintas karena kerap merambah hingga ke jalan raya.

Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya juga berencana membentuk tim sosialisasi larangan angkutan lingkungan darma wisata atau odong-odong mengaspal di DKI Jakarta.

"Rencana kami, kita akan membentuk tim untuk melakukan sosialisasi terlebih dahulu. Kita kasih pemahaman masyarakat tentang larangan odong-odong," ujar Kasubdit Bin Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya Komisaris Polisi Fahri Siregar.

Tim tersebut akan melibatkan sejumlah pemangku kepentingan, termasuk di antaranya jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga ke tingkat kelurahan. Sebab, odong-odong, baik komunitas maupun perseorangan, berada hingga daerah perkampungan.

Sosialisasi tersebut bertujuan memberi tahu kepada pemilik, bahkan penumpang karena untuk mengenal risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas apabila menggunakan kendaraan yang tidak sesuai dengan persyaratan laik jalan.

"Kita bentuk tim, kita data ulang dulu karena mereka tidak hanya komunitas, tapi bisa jadi perseorangan. Kita petakan dulu daerah mana yang menjadi jalur lintasan mereka, nanti kita laksanakan (sosialisasi)," ujar Fahri.

Pihaknya berencana menggelar sosialisasi larangan odong-odong dalam waktu dekat ini karena Dinas Perhubungan DKI telah memberi edaran imbauan larangan odong-odong hingga tingkat komunitas.

Sekretaris Angkutan Lingkungan Darma Wisata (Anglingdarma) Muhammad Yasin mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menawarkan sekitar 60-an anggota komunitas Anglingdarma bergabung ke sejumlah perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang transportasi. Tawaran itu disampaikan Dishub DKI kepada Komunitas Anglingdarma sebagai kompensasi atas rencana larangan operasional odong-odong di Jakarta.

"Saat ini masih taraf sosialisasi, ke depan rencananya kita akan dilarang operasional. Tapi, ditawari bergabung ke Transjakarta, jadi sopir bajaj, atau ke Jak Lingko," kata Yasin.

Pihaknya sejauh ini belum tertarik dengan tawaran tersebut sebab pendapatan sebagai pegawai di perusahaan transportasi pemerintah dinilai belum sesuai. "Kami masih nyaman kerja sebagai sopir odong-odong, tidak terikat jam kerja dan pendapatannya juga lebih besar dari UMP yang dijanjikan pemerintah," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement