Rabu 16 Oct 2019 10:47 WIB

Penyu Pulau Sebesi Lampung yang Menarik Perhatian

Jatuhkan dulu pisang ke laut, tidak berapa lama penyu akan ke luar dari sarangnya.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Nora Azizah
Sekumpulan penyu keluar dari sarangnya di Dermaga Desa Tejang, Pulau Sebesi, Lampung, pada petang hari. 
Foto: Republika/Mursalin Yasland
Sekumpulan penyu keluar dari sarangnya di Dermaga Desa Tejang, Pulau Sebesi, Lampung, pada petang hari. 

REPUBLIKA.CO.ID, LAMPUNG -- Matahari condong ke barat. Sinarnya mulai terhalang gunung. Setiba di Dermaga Desa Tejang, Pulau Sebesi, Lampung, pekan lalu, beberapa mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) sempat tercengang. Penyu-penyu yang bermain di permukaan laut sekitar dermaga menjadi tontonan gratis dan menarik bagi pendatang.

Romi, salah seorang dari mahasiswa yang akan melakukan penelitian di Pulau Sebesi mengeluarkan ponsel pintarnya. Ia langsung mengabadikan suasana tersebut dengan kamera teleponnya. Warga Desa Tejang dan pengunjung lainnya bersenang-senang sembari melemparkan pisang-pisang ke laut. Penyu-penyu beragam ukuran muncul langsung menyantapnya.

Baca Juga

“Setahun lalu belum ada penyu-penyu di dermaga ini,” tutur Romi berkomentar. Rupanya kedatangan sejumlah mahasiswa dari IPB tersebut untuk yang kedua kalinya, setelah setahun lalu mengadakan riset serupa di Pulau Sebesi.

Bagi warga Desa Tejang, kehadiran sekumpulan penyu (Eretmochelys imbricata) di dermaga desanya sebelum terjadi bencana gelombang tsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018. “Kira-kira dua minggu sebelum tsunami penyu-penyu itu datang,” kata Arifin (59 tahun), warga Dusun III Regahan Lada, Desa Tejang.

Dermaga kapal motor penumpang Desa Tejang kerap mengangkut penumpang dan juga motor pagi dan petang. Kapal tersebut melayani penumpang ke Dermaga Canti (Rajabasa, Lampung Selatan) dan juga Dermaga Anyer (Banten). Hilir mudik warga di dermaga saban hari, sempat kaget melihat banyaknya penyu-penyu yang bermunculan kala itu.

 

photo
Sekumpulan penyu keluar dari sarangnya di Dermaga Desa Tejang, Pulau Sebesi, Lampung, pada petang hari. 

 

Sekumpulan penyu mulai terlihat dari sarangnya, tatkala warga memindahkan pisang-pisang hasil panen dari dermaga ke kapal. Pisang-pisang warga dijual keluar pulau menggunakan kapal motor. Kapal itu singgah di Dermaga Canti.

Arifin mengatakan, setiap pemindahan pisang-pisang terdapat pisang yang jatuh atau tidak layak jual. Pisang-pisang sisa sortiran lalu diberikan ke penyu-penyu tersebut. Ternyata, ujar dia, penyu-penyu menyukainya. Akhirnya, banyak penyu yang bermunculan menyantap pisang.

“Jadi kalau ingin penyu itu ke luar, jatuhkan pisang ke laut. Tidak berapa lama penyu-penyu muncul dari sarangnya yang berada di bawah dermaga,” kata Arifin, yang juga tokoh masyarakat setempat.

Yusuf (57), warga desa lainnya menuturkan, tadinya warga tidak merasakan keanehan yang nyata melihat banyaknya penyu yang datang ke perairan Pulau Sebesi. Warga hanya menduga penyu-penyu tersebut hijrah karena tidak ada makanan di tempat asalnya, sedangkan di dermaga banyak makanan seperti pisang-pisang.

“Kami tidak tahu kalau datangnya penyu itu, belakangan diketahui pertanda bakal ada tsunami waktu itu,” kata Yusuf, tokoh masyarakat Dusun III Regahan Lada.

Ia mengatakan, penyu-penyu biasanya terlihat di sekitar Gunung Anak Krakatau (GAK) tak jauh dari Pulau Sebesi. Kalau nelayan yang biasa memancing di dekat GAK sudah tidak asing lagi banyak aneka binatang/biota laut di perairan Gunung Krakatau.

Hijrahnya penyu-penyu, sekira 30-an penyu, diduga dari perairan sekitar GAK. Hadirnya penyu tersebut disambut gembira warga Desa Tejang. Selain menambah tempat wisata Pulau Sebesi dan sekitarnya, Kura-kura laut yang pemalu itu menjadi daya tarik wisatawan tatkala singgah di dermaga pada petang hari.

Yusuf, yang berprofesi nelayan, menduga larinya sekumpulan penyu ke Pulau Sebesi, lantaran habitatnya di perairan sekitar GAK mulai terganggu. Aksi penyedotan pasir oleh perusahaan yang tidak bertanggung jawab, terus terjadi berulang sejak tahun 2009.

Ia mengatakan, keberadaan kapal penyedot pasir hitam GAK sudah positif merusak ekosistem lingkungan di sekitarnya. Kerusakan terparah yakni abrasi di pantai, hancurnya terumbu karang, punahnya biota laut, termasuk mengurangi atau merusak hasil tangkapan ikan nelayan. “Cenderung terjadi longsor Gunung Anak Krakatau dan juga terjadi gempa dan tsunami seperti tahun lalu,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement