REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil (RIZ) membantah telah menerima uang terkait proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2017-2018. Rizal menyatakan uang Rp 3,2 miliar miliknya tak terkait dengan proyek SPAM.
"Persoalan Rp 3,2 miliar saya tidak ada kaitannya, Demi Allah Azza wa Jalla dengan uang yang Rp 3,2 miliar. Silakan dibuka silakan diungkap siapa yang memberikan dan siapa yang menerima apabila keterangan saya dibutuhkan tentang Rp3,2 miliar itu sebagai warga negara saya siap menyampaikannya bila dikehendaki," ucap Rizal usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Rabu (9/10).
KPK pada Rabu memeriksa Rizal dalam kapasitasnya sebagai tersangka kasus suap terkait proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2017-2018. Lebih lanjut, ia juga mengaku tidak pernah meminta atau mengatur proyek di kementerian.
"Jangankan saya, pimpinan lembaga saja menteri saja tidak punya kewenangan untuk mengatur proyek apalagi seorang Rizal Djalil yang tidak menjadi menteri tidak menjadi pimpinan lembaga negara, saya tidak punya kemampuan, saya tidak punya kapasitas untuk mengatur itu," ungkap Rizal.
Selain Rizal, KPK juga telah menetapkan Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama (MD) Leonardo Jusminarta Prasetyo (LJP) sebagai tersangka baru kasus suap proyek pembangunan SPAM di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2017-2018. Dalam konstruksi perkara disebutkan bahwa pada Oktober 2016, BPK RI melakukan pemeriksaan pada Direktorat SPAM Kementerian PUPR sebagaimana tertuang dalam Surat Tugas BPK RI tertanggal 21 Oktober 2016.
Surat ditandatangani oleh tersangka Rizal dalam kapasitas sebagai anggota IV BPK RI saat itu. Surat tugas adalah untuk melaksanakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan infrastruktur air minum dan sanitasi air limbah pada Direktorat
Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR dan Instansi Terkait Tahun 2014, 2015, dan 2016 di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Jambi. Awalnya, diduga temuan dari pemeriksaan tersebut adalah sebesar Rp 18 miliar, tetapi kemudian berubah menjadi sekitar Rp4,2 miliar.
Sebelumnya, Direktur SPAM mendapatkan pesan adanya permintaan uang terkait pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK RI tersebut, yaitu sebesar Rp 3,2 miliar. Tersangka Rizal diduga pernah memanggil Direktur SPAM ke kantornya, kemudian menyampaikan akan ada pihak yang mewakilinya untuk bertemu dengan Direktur SPAM.
Selanjutnya perwakilan Rizal datang ke Direktur SPAM dan menyampaikan ingin ikut serta dalam pelaksanaan/kegiatan proyek di lingkungan Direktorat SPAM. Proyek yang diminati adalah proyek SPAM Jaringan Distribusi Utama (JDU) Hongaria dengan pagu anggaran Rp79,27 miliar.
Kemudian proyek SPAM JDU Hongaria tersebut dikerjakan oleh PT MD. Dalam perusahaan ini, tersangka Leonardo berposisi sebagai Komisaris Utama. Sebelumnya, sekitar tahun 2015/2016 tersangka Leonardo diperkenalkan kepada Rizal di Bali oleh seorang perantara.
Leonardo memperkenalkan diri sebagai kontraktor proyek di Kementerian PUPR. Melalui seorang perantara, Leonardo menyampaikan akan menyerahkan uang Rp1,3 miliar dalam bentuk dolar Singapura untuk Rizal melalui pihak lain.
Uang tersebut pada akhirnya diserahkan pada Rizal melalui salah satu pihak keluarga, yaitu sejumlah 100 ribu dolar Singapura dengan pecahan 1.000 dolar Singapura atau 100 lembar di parkiran sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Terkait penerimaan uang melalui pihak keluarga itu, Rizal juga tidak mengetahuinya.
"Musibah yang sedang saya hadapi bermula terkait salah satu anggota keluarga saya memakai mobil pribadi saya yang ber-STNK atas nama saya memenuhi panggilan pamannya sendiri ke suatu tempat di Jakarta Selatan. Apa yang dibicarakan, apa yang terjadi, saya tidak pernah dilapori dan saya tidak tahu substansi mengenai ini. Saya serahkan sepenuhnya kepada penegak hukum," kata Rizal.