Rabu 09 Oct 2019 16:05 WIB

Wamenkeu Singgung Ketergantungan Masyarakat ke BPJS

Tidak semua penyakit ditanggung oleh BPJS Kesehatan

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Muhammad Hafil
 Petugas membagikan kartu BPJS kesehatan kepada warga   di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (24/4). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Petugas membagikan kartu BPJS kesehatan kepada warga di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (24/4). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyindir perilaku masyarakat, khususnya karyawan perusahaan, yang terlalu bergantung pada BPJS Kesehatan dalam pembiayaan pengobatan. Alasannya, ujar Mardiasmo, sumber pembiayaan pengobatan bisa berasal dari jenis asuransi selain BPJS Kesehatan yang kini dilanda defisit keuangan hingga puluhan triliun rupiah.

"Kalau orang kecelakaan karena pekerjaan kan ditanggung BPJS Ketenagakerjaan. Kalau dia kecelakaan di jalan, kan Jasa Raharja yang nanggung," ujar Mardiasmo, Selasa (8/10).

Baca Juga

Belum lagi, ujar Mardiasmo, Aparatur Sipil Negara (ASN) juga memiliki asuransi Taspen (Tabungan dan Asuransi Pensiun). Sedangkan TNI dan Polri ditanggung oleh Asabri.

"Kalau yang kecelakaan kerja ASN, Polri, TNI, kan ASN ada Taspen, TNI polri ada Asabri. Jadi jangan dibayar semuanya BPJS Kesehatan," kata Mardiasmo.

Pemerintah memang sedang jorjoran mencari cara untuk menambal defisit BPJS Kesehatan. Teranyar, pemerintah sedang merancang Instruksi Presiden (Inpres) yang isinya berupa pembatasan bagi penunggak iuran kepesertaan BPJS Kesehatan untuk mengakses layanan publik dari pemerintah, seperti perpanjangan paspor, SIM, pengajuan kredit kepemilikan rumah (KPR), hingga pengajuan administrasi pertanahan.

Cara ini diyakini mampu memperbaiki tingkat kepatuhan iuran oleh peserta BPJS Kesehatan, sebelum pada akhirnya ada kenaikan nominal iuran per awal 2020. Penerapan Inpres mengenai pembatasan akses layanan publik akan menyasar segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Kelompok ini adalah kelompok masyarakat yang iuran BPJS-nya tidak dibayarkan secara rutin oleh perusahaan.

"Ada efek jera lah ya. Kalau dia dilayani, terus dia nggak bayar premi. Waktu dia hidupkan lagi preminya, ya jangan langsung dilayani, ada time lag supaya ada punishment toh. Kan no premi no njaluk service (minta servis). Kalau ngga begitu, gampang saja ndak bayar," kata Mardiasmo, di Istana Negara, Selasa (8/10).

Jenis-jenis pelayanan publik yang akan dibatasi, ujar Mardiasmo, nantinya akan bergantung pada ringan-beratnya 'kesalahan' yang dibuat oleh penunggak iuran. Mardiasmo menyampaikan, Kemenkeu akan melakukan pemetaan profil peserta BPJS Kesehatan yang dikoneksikan dengan BPJS Ketenagakerjaan hingga Ditjen Pajak.

"Kalau profile mereka kaya raya, belum bayar pajak, namun nikmati asuransi BPJS kan ndak pas," kata Mardiasmo. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement