Selasa 08 Oct 2019 06:27 WIB

Sekolah di Wamena Mulai Menggeliat

Keadaan Wamena mulai normal melegakan banyak orang.

Rep: Oleh Ronggo Astungkoro, Febrian Fachri / Red: Muhammad Subarkah
Kegiatan beberapa sekolah di Wamena, Papua, Senin (7/10). Di antaranya di SMAN 1 Wamena dan SMPN 1 Wamena.
Foto: Dok Pendam XVII Cenderawasih
Kegiatan beberapa sekolah di Wamena, Papua, Senin (7/10). Di antaranya di SMAN 1 Wamena dan SMPN 1 Wamena.

REPUBLIKA.CO.ID, -- Anak-anak dan guru di Wamena, Papua, sudah memulai kembali kegiatan di sekolah, Senin (7/10). Pada hari pertama bersekolah selepas kerusuhan pada 23 September lalu, mereka melakukan pembersihan puing-puing atau pecahan kaca yang ada di sekolah.

Berdasarkan dokumentasi Penerangan Kodam (Pendam) XVII/Cenderawasih, kegiatan di sekolah sudah mulai dilakukan, baik SD, SMP, maupun SMA. Para siswa bersama dengan guru bergotong royong membersihkan sekolah.

Di SMAN 1 Wamena, para siswa dan guru membersihkan ruang kelas, lorong di depan kelas, hingga ke selokan di dalam lingkungan sekolah. Baik guru maupun murid sama-sama menggunakan sapu, bakul sampah, karung, dan alat pembersih lainnya. "Karena ini baru hari pertama masuk, jadi sementara masih pembersihan kelas, puing-puing yang ada pecahan kaca," ujar Fitri, guru matematika SMAN 1 Wamena, berdasarkan video dokumentasi Pendam XVII/Cenderawasih, Senin (7/10).

Fitri mengatakan, masih ada guru yang belum bisa mengajar karena sedang mengungsi ke daerah lain, seperti di Jayapura, misalnya. Ia memperkirakan, rekan-rekannya akan mulai kembali ke Wamena untuk mengajar besok atau lusa.

Ia pun berharap aktivitas sekolah dapat terus berlanjut dengan kondisi keamanan yang semakin kondusif. "Semoga cepat kembali dari pengungsian yang mau kembali ke sini dan semoga cepat masuk kelas tidak ada trauma lagi. Untuk sementara, (guru) sudah lumayan banyak. Yang lain di Jayapura, tapi mungkin besok atau Rabu sudah balik lagi," katanya.

Dorteus, guru ekonomi di SMAN 1 Wamena, mengatakan, berlangsungnya kembali kegiatan di sekolah merupakan pertanda baik bagi warga Wamena. Ia berharap, kegiatan belajar-mengajar bisa segera dilakukan seperti biasa. "Yang ramein kan hanya berita-berita yang dari TV segala macam yang bikin ramai. Tapi, sesungguhnya, begitu hari kejadiannya pada 23 (September) itu selesai sebetulnya. Keadaan tidak terlalu parah," kata dia, kemarin.

Selain di SMAN 1 Wamena, kegiatan di sekolah juga sudah dilakukan di SMP 1 Wamena. Di sana, para murid dan guru melakukan kegiatan bersama-sama di lapangan yang ada di dalam lingkungan sekolah.

Di samping melakukan pembersihan sekolah, mereka juga mengikuti kegiatan penyembuhan trauma. Mereka melakukan kegiatan seperti menari dengan diiringi lagu daerah Papua, Sajojo, dan beberapa permainan. "(Trauma healing difasilitasi) dari Kementerian Sosial, Pemerintah Kabupaten, dan sekolah," kata Wakapendam XVII/Cenderawasih, Letkol Infanteri Dax Sianturi, melalui pesan singkat kepada Republika.

Sekolah juga memberikan waktu kepada siswa untuk menikmati bermain pada Senin. "Hari ini belum mulai proses belajar-mengajar, kami melakukan pendataan, dan anak-anak bermain untuk menghilangkan takut dan trauma," kata Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Wamena, Yemima Kopeuw, di Wamena. SMP Negeri 1 Wamena memiliki 1.097 murid dan 43 guru. Hanya sebanyak 190 murid dan 27 guru yang hadir di sekolah itu pada hari pertama sekolah setelah kerusuhan di Wamena.

Sementara para guru melakukan pendataan, murid SMP Negeri 1 Wamenayang hadir di sekolah tampak bermain dan bercanda. Kegiatan sekolah juga sudah dimulai di SD Tresia Unggul dan SMA Negeri 1 Wamena, yang pada hari pertama sekolah pulang lebih cepat karena tidak ada kegiatan belajar-mengajar. Meski sedikit waswas, Heni Molama, siswi SMA Negeri 1 Wamena, tetap masuk sekolah karena rindu ingin belajar dan bertemu dengan teman-temannya.

Muhammad Luthfi, siswa kelas 12 SMA Negeri 1 Wamena, juga ke sekolah meski masih sedikit khawatir. "Khawatir sih khawatir tapi kalau kita tidak sekolah tidak bisa melanjutkan pelajaran lagi," kata Lutfhi.

Pemerintah Kabupaten Jayawijaya meminta kegiatan sekolah dijalankan lagi mulai 7 Oktober 2019, setelah sekolah sempat diliburkan menyusul kerusuhan yang terjadi di Wamena. Demonstrasi berujung kerusuhan di Wamena pada 23 September 2019 menyebabkan lebih dari 30 orang meninggal dunia serta mengakibatkan kerusakan banyak bangunan rumah, toko, kantor, dan fasilitas umum. Kerusuhan itu juga mendorong ribuan orang mengungsi ke luar Wamena dan luar Papua.

Menurut keterangan Sahrul, salah satu wartawan nasional yang sudah berada di Wamena sejak pekan lalu, kegiatan di sekolah memang sudah dilaksanakan sesuai dengan imbauan bupati. Tapi, kegiatan belajar-mengajar belum dilakukan.

"Banyak guru sudah kadung mengungsi dan keluar Wamena. Banyak murid juga begitu. Ada sekolah yang datang muridnya cuma 10 persen dari total, ada yang cuma dua orang," katanya saat dihubungi Republika, Senin (7/10). Menurut pria berusia 25 tahun itu, kondisi keamanan di Wamena sudah cukup aman, tapi masih perlu waspada terutama di daerah pinggiran di luar kota Wamena. Jika ingin ke lokasi tersebut, perlu ditemani oleh penduduk asli Papua.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sumatra Barat Nasrul Abit mengatakan, saat ini mulai timbul kekhawatiran dari para orang tua perantau Wamena yang pulang kampung mengenai nasib kelanjutan pendidikan anak-anaknya yang masih sekolah. Nasrul mengatakan sejak awal Pemprov sudah menjamin pendidikan sekolah anak-anak perantau Wamena yang pulang kampung ini.

Nasrul pernah mengatakan, pihaknya meminta kepada semua kabupaten dan kota kampung halaman perantau Wamena untuk memberikan kesempatan menumpang belajar di SD dan SMO sederajat sembari menunggu kepastian orang tua mereka kembali lagi ke rantau Wamena atau menetap di Sumbar.

Bila orang tua siswa kembali ke perantauan kata Nasrul, Pemprov mempersilakan. Bila menetap di Sumbar, pemprov ingin pemkab dan pemkot di Sumbar mempermudah proses untuk anak-anak perantau Wamena melanjutkan pendidikan secara permanen. “Insya Allah, satu atau dua hari ini anak-anak ini sudah bisa melanjutkan sekolah lagi yang rata-rata hari ini saya temui masih duduk di sekolah dasar,” ujar Nasrul kemarin.

Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah juga menjamin keamanan mahasiswa asal Papua yang berkuliah di Kota Padang. “Masyarakat Kota Padang tidak pernah menanyakan penduduk asli atau bukan. Termasuk kepada mahasiswa yang berasal dari Papua. Di Padang tidak ada pertanyaan penduduk asli dan tidak asli. Semuanya adalah warga Kota Padang,” kata Mahyeldi, usai bersilaturahim dengan mahasiswa Papua di Padang, Ahad (6/10).

Terdapat puluhan mahasiswa asal Papua yang melanjutkan pendidikan jenjang perguruan tinggi di Kota Padang. Mereka tersebar di sejumlah kampus di Kota Bengkuang. Simon Barwete salah seorang yang ikut pertemuan dengan Wali Kota Padang mengatakan isu di Wamena sempat mengganggu kenyamanan mereka. Tapi kini, kata Barwete, mereka lega karena keamanan mereka dijamin oleh Wali Kota, Pemprov dan kepolisian di Sumbar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement