Senin 07 Oct 2019 12:15 WIB

Soal Perppu Penundaan Revisi UU KPK, DPR Belum Bisa Bersikap

Puan menyebut alat kelengkapan DPR belum terbentuk, presiden juga belum dilantik.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/Arif/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyerahkan wacana penerbitan peraturan presiden pengganti undang-undang (perppu) Penangguhan UU KPK kepada Presiden Joko Widodo. Sebab, hal itu merupakan kewenangan yang dimiliki oleh seorang pemimpin negara.

"Karena update terkait ini (UU KPK) pun tidak bisa dilakukan secara resmi, karena ya itu anggota dan pimpinan AKD yang lalu itu kan sekarang belum terbentuk," ujar Ketua DPR Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/10).

Baca Juga

Selain itu, perlu ada konsolidasi terlebih dahulu antara presiden dengan DPR terkait penerbitan perppu penangguhan UU KPK. Karena, pembentukan AKD belumlah rampung, sehingga DPR belum dapat menyampaikan sikapnya.

"Saya harus melihat dulu update terkait hal tersebut, karena banyak hal yang memang kita harus konsolidasi kembali di periode keanggotaan DPR sekarang," ujar Puan.

Maka dari itu, Puan  akan segera membahas pembentukan AKD bersama fraksi-fraksi. Agar DPR dapat segera melaksanakam tugasnya, termasuk yang berkaitan dengan UU KPK. "Tentu saja harus kita update di periode ini, karena sebelum AKD ini terbentuk, apa prosesnya itu kan dulu sudah selesai dalam artian pimpinan nya anggotanya periode lalu itu mengurus terkait undang-undang itu," ujar Puan.

Puan juga memilih menunggu pelantikan Joko Widodo sebagai presiden RI untuk periode kedua. Puan beralasan, bagaimanapun yang akan menyetujui usulan masyarakat terkait Perppu ini adalah presiden.

"Yang pasti harus kita lakukan adalah pelantikan presiden yang selanjutnya, karena siapa yang akan menandatangani atau melakukan usulan-usulan apakah itu kemudian dari masyarakat atau kemudian dari DPR itu pak Jokowi tentunya," ucap Puan.

Sebelumnya, Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi Universitas Jember Bayu Dwi Anggono, menyatakan ada opsi alternatif yang dapat diambil Jokowi selain menerbitkan Perppu  UU KPK. Alternatif itu yakni menerbitkan Perppu penangguhan atau penundaan.

Perppu penangguhan ini berfungsi untuk menunda pemberlakuan UU KPK hasil revisi yang mendapat penolakan publik. Bayu mengatakan, pemerintah dapat menunda UU KPK itu diundangkan selama setahun.

Dalam proses penundaan itu, Jokowi dapat mengajak DPR untuk membahas ulang UU KPK hasil revisi. “Selama setahun presiden bisa mengajak DPR untuk membahas lagi UU KPK melalui proses legislasi biasa, jangan seperti kemarin yang terburu-buru dan tidak partisipatif," ujar Bayu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement