REPUBLIKA.CO.ID, MADIUN -- Puluhan jurnalis di Kota Madiun, Jawa Timur menggelar aksi diam menutup mulut dengan lakban di alun-alun setempat. Mereka mengecam tindakan represif aparat kepolisian terhadap sejumlah jurnalis yang terjadi baru-baru ini.
Koordinator Aksi, Abdul Jalil mengatakan, pihaknya dikagetkan dengan penangkapan dua aktivis sekaligus jurnalis, Dandhy Dwi Laksono dan Ananda Badudu, oleh aparat kepolisian. Dandhy ditangkap karena unggahannya di medsos dan Badudu ditangkap karena mengumpulkan dan menyalurkan sumbangan untuk memperjuangankan demokrasi.
Sebelumnya, pewarta foto Kantor Berita Antara dan jurnalis lainnya juga mengalami tindakan represif aparat saat meliput unjuk rasa mahasiswa di Makassar. "Kami sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap para jurnalis tersebut. Aksi ini sebagai bentuk penolakan terhadap sikap represif petugas kepolisian," ujar Jalil di sela aksi yang dielar Jumat (27/9) sore.
Berdasarkan laporan sementara yang diterima AJI, kekerasan terhadap jurnalis terjadi di tiga daerah yakni Jakarta, Makassar, dan Jayapura. Jumlah korban tercatat ada 10 jurnalis dari 10 media berbeda.
"Tindakan itu sudah jelas melanggar hak berekpresi dan menyampaikan pendapat warga yang dijamin undang-undang," ucapnya, menegaskan.
Jalil menjelaskan, kerja seorang jurnalis diatur dalam UU Pers Nomor 40 tahun 1999. Peraturan tersebut mengatur bahwa pers nasional berhak mencari, memperoleh, mengolah, dan menyebarluaskan informasi.
Di sisi lain, kekerasan yang dilakukan polisi dan massa terhadap jurnalis juga merupakan tindakan pidana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 tentang Pers, Pasal 18 Ayat 1 disebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda sebanyak Rp500 juta.
Menyikapi kekerasan terhadap jurnalis tersebut, para jurnalis Madiun mendesak kepolisian mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis yang melibatkan anggotanya dan massa aksi di berbagai daerah. "Kami menuntut kepolisian menghukum anggotanya yang terlibat kekerasan kepada jurnalis dan penanganan kasusnya dibuka untuk publik," katanya.
Para jurnalis Madiun juga menegaskan untuk menolak Rancangan Undang-undang KUHP yang dinilai akan membungkam kebebasan pers. Ada sejumlah pasal dalam RKUHP yang dinilai mencederai semangat kebebasan pers, yaitu pasal 219, 241, 246, dan 247. Dalam aksi tersebut, para jurnalis Madiun juga bersama-sama meletakkan kartu pers dan menaburi bunga mawar. Hal itu sebagai simbol protes atas upaya pembungkaman dan pembunuhan kebebasan pers.