Kamis 26 Sep 2019 19:05 WIB

Mahasiswa Duduki Ruang Sidang Utama DPR Aceh

Saat memasuki ruang sidang, mahasiswa disambut beberapa anggota dewan.

Sejumlah mahasiswa menggotong rekannya yang pingsan akibat terkena gas air mata di depan Kantor DPRK Aceh Barat, Aceh, Kamis (26/9/2019).
Foto: Antara/Dedi Iskandar
Sejumlah mahasiswa menggotong rekannya yang pingsan akibat terkena gas air mata di depan Kantor DPRK Aceh Barat, Aceh, Kamis (26/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Ribuan mahasiswa berdemonstrasi di Gedung DPR Aceh dengan tuntutan membatalkan revisi Undang-Undang KPK, menolak RKUHP, dan beberapa RUU bermasalah lainnya.

Hingga Kamis pukul 16.41 WIB, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Aceh tersebut masih bertahan di gedung anggota legislatif. Bahkan, mereka mulai menduduki ruang sidang utama anggota dewan provinsi paling barat Indonesia tersebut.

Baca Juga

Saat memasuki ruang sidang, mereka turut disambut beberapa anggota dewan, seperti Teuku Irwan Djohan dan Abdurrahman Ahmad.

Sebelum diizinkan memasuki ruang sidang utama tersebut, mahasiswa terus berorasi secara bergantian. Bahkan, mereka juga menyerahkan petisi berisi empat poin yang harus ditandatangani semua anggota dewan.

Petisi tersebut diterima langsung oleh Wakil Ketua DPRA Teuku Irwan Djohan. Mahasiswa memberi batas waktu selama 1 x 24 bagi seluruh dewan untuk menandatanganinya.

"Jika tidak kami akan datang kembali ke sini dengan jumlah massa yang lebih banyak pada hari pelantikan anggota dewan baru periode 2019—2024," kata orator mahasiswa.

Kendati demikian, sebagian mahasiswa juga telah membubarkan diri dari aksi tersebut. Namun, tidak sedikit juga jumlah mahasiswa yang masih tetap bertahan di ruang sidang utama tersebut.

Dalam aksi itu, mahasiswa menuntut empat poin, yakni meminta presiden untuk mengeluarkan perppu pembatalan undang-undang KPK dan menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Mahasiswa menuntut DPR RI membatalkan RKUHP yang bermasalah, di antaranya pasal 218, 220, 241, dan 340. Mereka juga meminta DPR RI mengindahkan aspek transparansi, aspirasi, dan partisipasi publik dalam pembahasan RUU.

"Kami menuntut negara untuk mengusut dan mengadili oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di beberapa wilayah Indonesia ini," ungkap orator.

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement