Selasa 24 Sep 2019 16:09 WIB

26 Orang Meninggal Akibat Rusuh di Wamena, Ini Rinciannya

Kapolri menyebut korban meninggal didominasi warga pendatang.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Warga mengungsi di Mapolres Jayawijaya saat terjadi aksi unjuk rasa yang berakhir rusuh di Wamena, Jayawijaya, Papua, Senin (23/9/2019).
Foto: ANTARA FOTO
Warga mengungsi di Mapolres Jayawijaya saat terjadi aksi unjuk rasa yang berakhir rusuh di Wamena, Jayawijaya, Papua, Senin (23/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri memastikan korban meninggal dunia dalam kerusuhan di Wamena, Papua, Senin (23/9) berjumlah 26 orang. Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, korban yang meninggal dunia tersebut didominasi masyarakat biasa pendatang.

Selain itu, kata dia tercatat sedikitnya 66 orang mengalami luka berat dan ringan. Ia menyayangkan insiden kerusuhan yang kembali menelan korban jiwa di Bumi Cenderawasih.

Baca Juga

Tito mengatakan, laporan kepolisian Papua yang sampai ke Mabes Polri, pada Selasa (24/9) siang, data korban meninggal dunia 22 di antaranya warga pendatang. Empat lainnya, kata Tito warga asli Papua.  “Peristiwa (kerusuhan) ini sangat kita sayangkan,” ujar Tito di Kantor Menko Polhukam, Jakarta, Selasa (24/9).

Ia mengatakan, dari data yang meninggal, ada tiga jenazah lainnya yang belum teridentifikasi. Kebanyakan yang meninggal dunia disebabkan karena luka bacok dari senjata tajam, dan tertusuk panah. Korban meninggal, kata Kapolri, ada yang berprofesi sebagai tukang ojek, ada juga pegawai restoran.

Ia menambahkan, beberapa temuan korban meninggal dunia juga ada karena terbakar akibat terjebak di bangunan yang sengaja dibakar. Mereka yang mengalami luka-luka, pun kata dia, lantaran kena sabetan benda tajam. Untuk mereka yang mengalami luka-luka, Tito memastikan adanya perawatan yang serius di RSUD Wamena.  

Kerusuhan yang terjadi di Papua, Senin (23/9) menjadi insiden terparah dalam sebulan terakhir. Sejak Senin (19/8), Bumi Cenderawasih mengalami gelombang massa anarkistis. Pemicunya insiden rasialisme yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya, Malang, dan Semarang. Sejumlah kerusuhan sepanjang Agustus, sampai pertengahan September lalu, sudah menewaskan sedikitnya 10 orang.

Jumlah meninggal itu, belum termasuk anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang menjadi sasaran serangan. Puluhan anggota Polri, juga mengalami luka-luka dari rangkain kerusuhan.

Kerusuhan di Wamena, Senin (23/9), pun dikatakan terkait dengan insiden rasialis yang terjadi di sekolah. Namun dugaan tersebut dibantah kepolisian. Karo Penmas Mabes Polri Dedi Prasetyo kepada wartawan, Senin (23/9) mengatakan dugaan rasialis di sekolah Papua adalah kabar bohong.

Meskipun ia tak memungkiri aksi kerusuhan yang terjadi di Wamena, dan Jayapura didominasi oleh para siswa-siswa sekolah dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP). Kelompok terpeljar tersebut, Dedi tuding disetir oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB), dan Organisasi Pembebebasan Papua Barat (ULMWP) yang selama ini menghendaki referendum dan kemerdekaan Papua.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement