Senin 23 Sep 2019 19:17 WIB

Pengamat: Demonstrasi Jangan Dianggap Oposisi Pemerintah

Pemerintah diminta tidak antikritik.

Rep: my27/ Red: Fernan Rahadi
Aksi Mahasiswa Gejayan Memanggil. Mahasiswa dari berbagai kampus turun menggelar aksi unjuk rasa di Jalan Gejayan, Yogyakarta, Senin (23/9/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Aksi Mahasiswa Gejayan Memanggil. Mahasiswa dari berbagai kampus turun menggelar aksi unjuk rasa di Jalan Gejayan, Yogyakarta, Senin (23/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat politik dari UIN Sunan Kalijaga, Abdul Aziz Faiz, mengatakan adanya demonstrasi #GejayanMemanggil yang dilakukan ribuan mahasiswa di Yogyakarta hendaknya disikapi pemerintah sebagai hal yang biasa saja. Pemerintah, kata dia, tak perlu paranoid akan fenomena tersebut.

Faiz mengatakan bahwa demonstrasi merupakan wahana bagi orang untuk menyampaikan aspirasi. "(Demonstrasi) itu merupakan bagian dari dinamika demokrasi. Bahkan dengan demonstrasi mampu menguatkan sistem demokrasi," katanya saat ditemui Republika di lokasi demonstrasi di Jalan Gejayan, Yogyakarta, Senin (23/9).

Menurut Faiz, jangan sampai kegiatan demonstrasi tersebut dianggap sebagai oposisi dari pemerintah. "Kekuasaan apapun harus dikoreksi oleh masyarakat dan (pemerintah) jangan antikritik karena sejatinya masyarakat ingin hidup dengan aman dan nyaman," katanya menambahkan.

Sementara itu, mahasiswa APMD Yogyakarta, Niar, yang mengikuti demonstrasi tersebut mengungkapkan keikutsertaannya dalam demonstrasi #GejayanMemanggil berangkat dari kegelisahan ia dan rekan-rekannya akan RUU Pertanahan yang telah diketok palu oleh DPR. "Ini menjadi kegelisahan kami untuk turun ke medan menyampaikan aspirasi," katanya.

Senin siang tadi mahasiswa yang melakukan aksi damai di Yogyakarta, Senin (23/9) berkumpul di pertigaan Colombo, Jalan Gejayan, sekitar pukul 14.00 WIB. Mereka datang dari berbagai penjuru setelah sebelumnya berkumpul di beberapa titik seperti Gerbang Utama Kampus Sanata Dharma, Pertigaan Revolusi UIN Sunan Kalijaga, dan Bunderan UGM.

Pantauan Republika, ribuan mahasiswa tersebut berasal dari berbagai kampus di antaranya UGM, UNY, UPN Veteran, UIN Sunan Kalijaga, UAD, dan UMY.  Para mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak itu di antaranya menyerukan penolakan terhadap revisi UU KPK, mendesak pembahasan ulang RKUHP, menolak pasal-pasal bermasalah RUU Ketenagakerjaan, dan menolak pasal-pasal problematis RUU Pertanahan, UU Pesantren, dan meminta pemerintah bertindak tegas terhadap berbagai isu seperti isu Papua, Karhutla, dan penangkapan aktivis. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement