Sabtu 21 Sep 2019 05:30 WIB

Yasonna: Aturan Kontrasepsi Demi Mencegah Seks Bebas Anak

Yasonna menilai publik salah mengerti tentang RKUHP ini.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memberikan keterangan pers di Jakarta, Jumat (20/9).
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memberikan keterangan pers di Jakarta, Jumat (20/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan aturan soal mempertunjukkan alat kontrasepsi bagi anak-anak dalam KUHP adalah demi mencegah seks bebas terhadap anak. Ketentuan itu memberikan perlindungan buat anak. 

"Ketentuan ini untuk memberikan pelindungan kepada anak agar terbebas dari seks bebas," kata Yasonna di gedung Kemenkumham Jakarta, Jumat.

Baca Juga

Yasonna menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers yang juga dihadiri oleh Ketua Tim Perumus Rancangan KUHP Muladi dan tim.

Dalam pasal 414 draf Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) disebutkan "Setiap Orang yang secara terang terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada anak dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I".

"Ancaman pidananya jauh lebih rendah dibandingkan dengan KUHP yang berlaku saat ini dan pasal ini tidak menjerat kepada orang yang telah dewasa," tambah Yasonna.

Menurut Yasonna, publik salah mengerti mengenai aturan KUHP ini. Ia menambahkan, terdapat pengecualian jika dilakukan untuk program KB, pencegahan penyakit menular, kepentingan pendidikan dan untuk ilmu pengetahuan serta tidak dipidana jika yang melakukan hal tersebut adalah relawan yang kompeten ditunjuk oleh pejabat berwenang.

Hal tersebut menurut Yasonna juga sudah diatur dalam Undang-Undang Kesehatan.

"Karena ini adalah hukum pidana mengkodifikasi, ketentuan hukum-hukum pidana kita atur dan ancaman hukum pidananya itu lebih rendah dari KUHP yang ada sekarang maka kita buat dia dalam generik formnya, karena ini adalah KUHP bersifat kodifikasi yang terbuka," tambah Yasonna.

Pada hari ini Presiden Joko Widodo meminta adanya penundaan pengesahan RKUHP karena masih ada sekitar 14 pasal yang harus ditinjau ulang dan berharap pengesahan RKUHP itu dilakukan DPR periode 2019-2024.

Presiden juga meminta Yasonna untuk menambah masukan dan mengumpulkan usulan dari masyarakat. Revisi KUHP dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dimulai sejak Presiden mengeluarkan Surat Presiden berisi kesiapan pemerintah dalam membahas RKUHP pada 5 Juni 2015 namun selalu tertunda.

Sebelumnya RKUHP dijadwalkan akan disahkan pada rapat paripurna DPR 24 September 2019.

KUHP yang saat ini diberlakukan adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement