REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah, mengatakan, KPK telah menyelamatkan keuangan daerah sebesar Rp 28,7 triliun dari kegiatan pencegahan korupsi pada satu semester atau enam bulan pada 2019.
Menurut Febri, penyelamatan keuangan daerah sebesar tersebut merupakan hasil intervensi KPK terkait penagihan piutang pajak daerah sebesar Rp 18,8 triliun, penyelamatan aset pemerintah daerah yang dikuasai pihak ketiga sebesar Rp 6,8 triliun, optimalisasi pajak daerah sebesar Rp 2,2 triliun dan penghapusan pembebasan cukai rokok pada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Batam sebesar Rp 900 milyar.
"Penyelamatan keuangan daerah dari penagihan piutang pajak daerah yang terbesar merupakan kontribusi dari pemerintah daerah DKI Jakarta, yaitu sebesar Rp 18,5 triliun," ujar Febri, Jumat (20/9).
Piutang pajak tersebut terkait kewajiban pajak kendaraan bermotor (PKB), pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBB-KB), pajak air tanah (PAT), pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak parkir, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).
Kontribusi lainnya berasal dari sejumlah pemerintah daerah lainnya, yaitu Kabupaten Badung, Kalimantan Barat (Kalbar), Jawa Tengan (Jateng), Yogyakarta, Lombok Barat, Mataram, Sumbawa, Banggai, Poso, Tual, Bandar Lampung dan Pesawaran.
Terkait penyelamatan aset pemerintah daerah (Pemda) yang dikuasai oleh pihak ketiga di antaranya berupa penyelamatan aset Gedung YTKI milik Kementerian Tenaga Kerja di Jakarta senilai Rp 1,8 triliun, dan pengambilalihan aset Stadion Barombong yang diserahkan oleh PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan senilai Rp 2,5 triliun.
Selain itu, aset berupa fasilitas umum dan fasilitas sosial yang diserahkan perusahaan pemegang SIPPT kepada pemprov DKI Jakarta senilai Rp 1,9 triliun dan aset berupa tanah milik PT KAI dan PT. Agra Citra Kharisma (ACK) di Kota Medan seluas 35.537 meter persegi senilai Rp 500 milyar.
"Selebihnya adalah penyelamatan aset daerah berupa tanah dan bangunan pasar di sejumlah pemda seperti kota Binjai, Bolmong, Kepri dan Jambi," kata Febri.
Adapun, optimalisasi pajak daerah yang berhasil didorong KPK adalah peningkatan pajak asli daerah kabupaten/kota dari pemasangan alat rekam pajak (tapping machine device) untuk pajak hotel, hiburan, restoran, dan parkir dari sejumlah daerah sebesar Rp 699 milyar.
Kemudian optimalisasi penerimaan BPHTB dengan sistem Host-to-Host dan BPN dari pemda Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Papua sebesar Rp 964 miliar serta intervensi KPK untuk optimalisasi penerimaan pajak dari jenis pajak tingkat provinsi seperti PKB, PBBKB dan PAT dari enam provinsi senilai Rp 538 miliar.
Sementara, terkait penyelamatan keuangan dari penghapusan pembebasan cukai rokok pada KEK Batam senilai Rp 900 miliar merupakan hasil kajian KPK. Salah satu rekomendasi KPK ditindaklanjuti oleh Kementerian Koordinator Perekonomian kepada Dirjen Bea Cukai untuk tidak lagi melayani permintaan pembebasan cukai rokok.
Optimalisasi penerimaan daerah (OPD) dan manajemen aset daerah merupakan dua fokus pendampingan KPK kepada 34 pemerintah provinsi termasuk di dalamnya 542 kabupaten/kota melalui fungsi Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah). Kegiatan OPD mencakup penggalian potensi penerimaan daerah, salah satunya yang bersumber dari pajak.
Lima fokus lainnya adalah perencanaan dan penganggaran yang berbasis elektronik (e-planning dan e-budgeting), pelayanan terpatu satu pintu (PTSP), pengadaan barang dan jasa, peningkatan kapabilitas aparat pengawas intern pemerintah (APIP), manajemen ASN, dan pengelolaan dana desa.
"KPK terus berupaya jalankan tugas penindakan dan pencegahan korupsi secara paralel dan terintegrasi. Jika korupsi belum terjadi, maka upaya pencegahan dapat dilakukan melalui berbagai cara, baik perubahan sistem ataupun melalui fungsi trigger mechanisme mendorong penertiban aset dan kepatuhan, serta pendidikan antikorupsi," ujar dia.
Febri melanjutkan jika tindak pidana telah terjadi, sebagai penegak hukum, KPK wajib menangani secara tegas. Oleh karena itu, semestinya semua penyelenggara negara menahan diri untuk tidak memperkaya diri sendiri dan mengingatkan bawahannya.