REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto meminta masyarakat menghilangkan kecurigaan-kecurigaan bahwa revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal melemahkan lembaga antirasuah itu.
Ia mencontohkan kecurigaan terhadap DPR yang seolah-olah pelemahan ini sebagai balas dendam karena banyak anggota legislatif yang terjerat korupsi dan berurusan dengan KPK. "Juga jangan curiga kepada pemerintah, presiden, seakan beliau ingkar janji, tidak propemberantasan korupsi, dan sebagainya. Itu (kecurigaan) kita hilangkan dulu," katanya Wiranto, Kamis (18/9).
Wiranto mengakui, saat ini masyarakat juga beragam dalam menyikapi revisi UU Nomor 30/2002 tentang KPK, baik yang pro maupun kontra. Bahkan sampai ada lembaga survei yang mendata perbedaan persepsi itu.
Meski demikian, Wiranto mengajak masyarakat untuk melihat persoalan ini secara lebih proporsional dan konstruktif. Apalagi mengingat regulasi itu sudah berusia 17 tahun.
Menurut dia, setiap regulasi, termasuk UU dibuat karena kondisi objektif saat itu, yakni untuk lebih mengatur dan membangun keteraturan dalam masyarakat pada saat itu.
Di sisi lain, kondisi akan selalu berubah mengikuti zaman sehingga regulasi yang dibuat tidak boleh kaku, melainkan harus menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi.
"Kondisi ini kan berubah. Tatkala kondisi ini berubah, UU tidak boleh kaku, statis, melainkan harus ikut perubahan itu. Apakah perubahan karena opini publik, atau kepentingan masyarakat (publik interest)," katanya.
Oleh sebab itu, Wiranto mengajak masyarakat untuk berpikir positif dan menunggu implementasi UU KPK yang baru itu, serta tidak lagi menimbulkan pro-kontra yang menghabiskan energi bangsa.
"Kita lihat hasilnya nanti bagaimana. Jangan buru-buru kita sudah menjustifikasi, buruk sangka seakan-akan kiamat lah pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya.
Sebelumnya, DPR RI akhirnya mengesahkan perubahan kedua UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi UU, dalam pengambilan keputusan Tingkat II Rapat Paripurna, Selasa (17/9).
Proses pengesahan tersebut berlangsung di tengah polemik yang terjadi terkait poin-poin revisi UU tersebut yang dinilai elemen masyarakat sipil dapat melemahkan institusi KPK yang sudah berdiri 17 tahun.