REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Muslim Ayub menolak wacana dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk oleh presiden. Sebab, harusnya pembentukan dewan pengawas harus mewakili tiga unsur, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
"Harusnya pembentukan dewan pengawas bukan hanya oleh presiden tapi mestinya mewakili semua unsur, ada legislatif, eksekutif, dan yudikatif," jelas politikus Partai Amanat Nasional (PAN), dalam pesan singkatnya, Senin (16/9).
Lanjut Ayub, jika dewan pengawas mewakili tiga unsur tersebut maka mereka akan bekerja efektif dalam menuntaskan persoalan korupsi di tanah air. Mengingat, dalam lembaga tinggi Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung pasti terdapat unsur legislatif. .
Apalagi, kata Ayub, banyak keputusan MK dan MA kadang merugikan pihak legislatif, tapi tidak ada intervensi. Menurutnya, bisa juga diadakan uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test dewan pengawas. "Jadi tidak fokus ditunjuk. Nanti kan dari DPR bisa unsur dosen, lsm, atau institusi perguruan tinggi," tutur anggota dewan asal Aceh.
Maka dengan demikian, PAN bakal menarik diri, jika dewan pengawas KPK tidak ada unsur eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Karena, pihaknya menilai ketentuan pembentukan dewan pengawas oleh presiden ini membuka peluang intervensi yang melemahkan KPK di kemudian hari.
"Jika dewan pengawas seluruhnya ditunjuk langsung oleh presiden tanpa melibatkan tiga unsur tersebut maka PAN akan menarik diri dari revisi UU KPK," ungkapnya.
Sebelumnya, wacana membentuk dewan pengawas tertuang dalam draf revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Padahal DPR RI mengusulkan agar pemilihan dewan pengawas dilakukan oleh pemerintah melalui panitia seleksi dan DPR RI.