REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Persoalan Revisi Undang-Undang KPK telah melahirkan berbagai bentuk perlawanan yang dilakukan pada beberapa kawasan wilayah Indonesia. Di Yogyakarta, perlawanan tersebut tergambar dalam 'Pernyataan Sikap Civitas Akademika Universitas Gadjah Mada', Ahad (15/9).
Pada kesempatan tersebut, Guru Besar Psikologi UGM Koentjoro memaparkan terdapat lima tuntutan dari para dosen dan civitas akademika UGM yang meliputi pertama, menghentikan segala pelemahan terhadap kepada KPK.
Kedua, menghentikan pembahasan RUU KPK karena prosedur dan substansi yang berpotensi meruntuhkan sendi sendi demokrasi dan menjadi akar carut marut persoalan. "Persoalan tersebut terjadi saat kondisi perekonomian menghadapi resesi," kata Koentjoro di Balairung UGM, Ahad.
Ketiga, mengevaluasi pembahasan RUU lain yang melemahkan gerakan antikorupsi. "Pisahkan pasal-pasal antikorupsi dari revisi UU KUHP dan melakukan revisi UU Tipikor untuk mengakomodir rekomendasi UNCAC (United Nations Convention against Corruption-red). Pembahasan beberapa RUU SDA (Sumber Daya Air) (pertahanan dan lain-lain) tidak perlu dipaksakan selesai dalam waktu dekat untuk memastikan tidak adanya state captured corruption dalam RUU-RUU tersebut," katanya.
Keempat, menyadari situasi krisis dan mengakui bersama bahwa kita telah bergeser dari amanah reformasi dan amanah konstitusi. "Bangsa Indonesia wajib kembali ke rel demokrasi sesuai haluan reformasi dan amanah konstitusi," katanya.
Kelima, semua harus dilaksanakan dengan segera secara efektif dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum UGM Sigit Riyanto memaparkan kegiatan ini merupakan bentuk aspirasi bagi perjalanan bangsa dan negara ke depan yang lebih baik, melalui pemberantasan korupsi di Indonesia. "kami merasa prihatin atas berbagai upaya bentuk pelemahan terhadap KPK saat ini," katanya.
Menurut Sigit, bentuk aspirasi tersebut sebagai simbol kekompakan dalam upaya pemberantasan korupsi dengan didukung civitas akademika UGM dan warga Indonesia dalam upaya pemberantasan korupsi.
Sebagaimana diketahui Revisi RUU KPK saat ini memiliki berbagai kelemahan sejak dari prosedur legislasi, proses pemilihan calon pimpinan, hingga teror yang mengintimidasi para akademisi maupun aktivis antikorupsi. Perlawanan tersebut juga mendapat dukungan dari berbagai kalangan dosen lintas perguruan tinggi.
Per 11.18 WIB tadi, sebanyak 2.305 dosen dari 33 Universitas di Indonesia telah menyatakan dukungannya.