Kamis 12 Sep 2019 19:16 WIB

Menteri PPPA: Perkawinan Anak di Indonesia Mengkhawatirkan

Indonesia menduduki peringkat ketujuh tertinggi di dunia dalam hal perkawinan anak.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise menyampaikan paparan dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/9/2019).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise menyampaikan paparan dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mengatakan, perkawinan anak di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Karena, menurut Yohanna, angka perkawinan anak di Indonesia menduduki peringkat ketujuh tertinggi di dunia dan kedua di antara negara-negara anggota ASEAN.

"Jika kondisi ini dibiarkan terus-menerus akan menjadikan Indonesia berada dalam kondisi darurat perkawinan anak," katanya dalam rapat kerja membahas usulan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bersama Baleg DPR RI di Gedung Nusantara 2 DPR RI di Jakarta, Kamis (12/9)

Baca Juga

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2017, tingkat pernikahan pada anak perempuan di Indonesia mencapai 25,2 persen. "Artinya 1 dari 4 anak perempuan menikah pada usia anak, yaitu sebelum dia mencapai usia 18 tahun," tuturnya.

Selanjutnya dengan menggunakan metode yang berbeda, pada 2018 BPS mencatat angka sebesar 11,2 persen, yang artinya 1 dari 9 perempuan usia 20-24 tahun telah menikah sebelum usia 18 tahun. Ia mengatakan setiap tahun, sekitar 340 ribu anak perempuan menikah di bawah umur 18 tahun.

Dan dari total provinsi yang ada di Indonesia, 20 provinsi mencatatkan angka perkawinan anak di atas angka nasional dengan jumlah tertinggi tercatat di Provinsi Sulawesi Barat, yaitu 19,4 persen, dan terendah Provinsi DKI Jakarta sebesar 4,1 persen. Perkawinan anak, kata dia, membuat anak-anak rentan tidak mendapatkan hak pendidikan, kesehatan, gizi dan perlindungan dari kekerasan eksploitasi. Kebahagiaan mereka pada masa anak-anak juga tercabut.

"Kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan karena anak telah kehilangan hak-hak mereka yang seharusnya dilindungi oleh negara," katanya.

Regulasi dan pengaturan usia perkawinan yang tercantum dalam Pasal 7 UUD Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan juga dinilai tidak memadai dan diskriminatif terhadap anak perempuan. Pasal 7 Ayat 1 tersebut menyebutkan batas minimal usia pernikahan bagi laki-laki adalah 19 tahun.

Adapun, batas minimal usia pernikahan bagi perempuan adalah 16 tahun. Karena itu, Kementerian PPPA dalam rapat tersebut mengusulkan agar batas minimal usia perkawinan bagi perempuan dipersamakan dengan batas minimal usia pernikahan bagi laki-laki, yaitu 19 tahun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement