Rabu 17 Jul 2024 18:00 WIB

Cegah Perkawinan Anak, Generasi Muda Perlu Terima Edukasi Kesehatan Reproduksi

Keluarga dinilai tidak boleh memaksakan perkawinan anak.

Perkawinan anak (ilustrasi). Pemberian edukasi kesehatan reproduksi dinilai menjadi salah satu upaya mencegah perkawinan anak.
Foto: MGROL100
Perkawinan anak (ilustrasi). Pemberian edukasi kesehatan reproduksi dinilai menjadi salah satu upaya mencegah perkawinan anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemberian edukasi kesehatan reproduksi pada anak dinilai sangat penting. Menurut Direktur Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) Nanda Dwinta Sari, hal itu edukasi menjadi salah satu upaya mencegah perkawinan anak.

"Informasi kesehatan reproduksi itu jangan jadi isu yang sensitif lagi. Informasi yang harus diterima generasi muda bahwa kamu punya risiko kalau berhubungan seksual di usia anak," kata Nanda Dwinta Sari dalam webinar di Jakarta, Rabu (17/7/2024).

Baca Juga

Pihaknya menilai informasi tentang Keluarga Berencana (KB) juga harus disebarluaskan tanpa diskriminasi umur, status menikah, lokasi kota/desa. Selain itu, perlu kampanye berkelanjutan tentang larangan perkawinan anak, menjunjung otonomi tubuh anak, dan hak-hak kesehatan reproduksi dan seksual perempuan.

Dia berpendapat, peraturan pemerintah daerah harus diperketat dalam menerapkan usia minimal 19 tahun sebagai syarat perkawinan sebagaimana Undang-undang Perkawinan. "Pemantauan penurunan jumlah berkas dispensasi kawin di data KUA setempat," kata Nanda.

Keluarga juga tidak boleh memaksakan perkawinan anak. Sejumlah upaya ini penting karena perkawinan anak adalah bentuk kekerasan fisik, seksual, mental, dan sosial terhadap anak. "Karena menyebabkan anak tidak dapat menikmati kesehatan dan kesejahteraannya yang mengancam masa depannya," katanya.

Kehamilan dan persalinan usia anak memiliki risiko yang lebih tinggi dari kehamilan dan persalinan usia dewasa. "Risiko biologis secara fisik, yakni anak mudah mengalami keguguran, potensi kematian ibu dan bayinya, serta infeksi menular seksual," kata Nanda.

Kemudian anak juga kesulitan dalam proses melahirkan karena organ-organ tubuhnya belum siap untuk mengandung dan melahirkan. "Perdarahan saat persalinan, bayi potensi lahir dengan berat badan rendah, bayi potensi lahir prematur, dan bayi mengalami kurang gizi dan gangguan pertumbuhan yang dapat menyebabkan stunting," ujarnya.

Sementara risiko psikologis yang mengintai kehamilan dan persalinan usia anak, diantaranya gangguan kejiwaan karena stres menghadapi kehamilan, cemas dan takut, depresi dan bunuh diri. Kemudian risiko penelantaran pada bayi yang dilahirkan karena orang tua belum siap memiliki anak, serta risiko aborsi yang tidak aman.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement