Ahad 08 Sep 2019 04:00 WIB

Saat Pemerintah-DPR Ramai-Ramai Ingin Mengawasi KPK

Dewan Pengawas merupakan representasi Pemerintah dan DPR yang ingin campur tangan.

Ratna Puspita
Foto: dok. Republika
Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Ratna Puspita*

DPR RI menyetujui mengusulkan revisi Undang-Undang KPK pada sidang paripurna beberapa hari lalu. Setelah proses ini, DPR RI bersama pemerintah akan membahas poin-poin dalam draf RUU KPK yang sudah disiapkan DPR RI.

DPR RI pun sepertinya berniat mengesahkan revisi ini sebelum masa kerjanya berakhir. Sebab, pembahasan tidak mungkin dilanjutkan oleh DPR RI periode mendatang.

Upaya merevisi UU KPK sudah terjadi sejak lama dan penolakan selalu datang setiap kali rencana tersebut bergulir. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo langsung menyatakan KPK sekarang ini berada di ujung tanduk.

KPK menilai jika disahkan maka UU KPK hasil revisi justru akan melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Padahal, revisi seharusnya justru menguatkan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK.

Apalagi, belakangan, KPK banyak mengungkap korupsi-korupsi di daerah. Terbaru, KPK menangkap tangan Bupati Muara Enim H Ahmad Yani dan Bupati Bengkayang Suryadman Gidot.

Keduanya ditangkap terkait dengan suap proyek. Dugaan suap proyek menjadi langkah penting dalam peningkatan kualitas pembangunan di daerah.

KPK menyebutkan sembilan persoalan dalam UU KPK, di antaranya pembentukan dewan pengawas. Dewan Pengawas akan  dipilih oleh DPR dan menyampaikan laporannya kepada DPR setiap tahunnya.

Keberadaan dewan pengawas  menambah panjang birokrasi penanganan perkara karena sejumlah kebutuhan penanganan perkara harus izin, seperti: penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan. Tidak hanya birokrasi penanganan perkara menjadi lebih panjang, keberadaan dewan pengawas juga mempersulit penyadapan. Penyadapan hanya dapat dilakukan setelah ada izin dari Dewan Pengawas.

Selama ini, penyadapan sangat berpengaruh signifikan dalam membongkar skandal korupsi. Karena itu, penyadapan memang selalu menjadi sasaran setiap kali usulan revisi UU KPK muncul.

Selain penyadapan, keinginan kuat mengawasi KPK juga selalu muncul dalam setiap wacana perubahan UU KPK. Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menyatakan pembentukan Dewan Pengawas terus-menerus hadir dalam naskah perubahan UU KPK.

ICW mengatakan dewan pengawas merupakan representasi dari Pemerintah dan DPR yang ingin campur tangan dalam kelembagaan KPK. Sebab, mekanisme pembentukan Dewan Pengawas bermula dari usul Presiden dengan membentuk Panitia Seleksi, kemudian meminta persetujuan dari DPR.

Saya juga mencatat kata dewan pengawas muncul setiap kali ada wacana atau rencana atau usulan untuk mengubah UU KPK sejak 2014, dan berlanjut pada 2015, 2016, 2017, dan 2018.

Sebagai contoh, usulan pada 2015 silam, keinginan agar ada badan yang mengawasi KPK sudah muncul. Usulan ini datang dari PDIP meski politikus partai berlambang banteng tersebut, Masinton Pasaribu, menegaskan fraksi-fraksi lain juga sepakat.

Pada 2016, ICW pernah memberikan 10 catatan dalam pembahasan RUU KPK, di antaranya soal dewan pengawas. Dalam draf RUU KPK per Februari 2016, dewan pengawas dipilih dan diangkat oleh presiden tanpa ada pengaturan rinci terkait mekanisme pemilihan anggota dewan pengawas.

Kala itu, ICW menyimpulkan kewenangan memilih anggota dewan pengawas murni menjadi hak prerogratif presiden. Dengan demikian, dewan pengawas bertanggungjawab langsung kepada presiden sebagai pemberi mandat.

Artinya, kedudukan dewan pengawas merupakan bentuk campur tangan eksekutif terhadap KPK. KPK tidak lagi sebagai lembaga independen karena ada ruang untuk memudahkan intervensi politik dari pemerintah.

Apakah benar tidak ada yang mengawasi KPK? KPK merupakan lembaga negara independen. Akan tetapi, tidak berarti KPK tidak punya pengawas.

Ada lembaga Komite Etik Adhoc yang dibentuk ketika ada persoalan pada komisioner KPK. ICW juga menyatakan sebagian besar fungsi-fungsi dewan pengawas yang termuat dalam draf RUU KPK sudah diakomodir oleh Pengawas Internal dan Penasihat KPK.

Karena itu, tidak mengherankan kalau keberadaan dewan pengawas, yang turut mengubah KPK dari lembaga negara menjadi lembaga eksekutif dan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN), merupakan upaya untuk melakukan intervensi. Dewan pengawas punya kekuasaan dalam ‘mengatur’ praktik penanganan perkara di KPK.

*) Penulis adalah jurnalis Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement