Ahad 08 Sep 2019 02:07 WIB

Legislator: DPR Justru tak Ingin KPK Dilemahkan

Arsul mengatakan revisi UU 30/2002 tentang KPK untuk mencegah pelemahan KPK

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani, di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen RI, Jakarta, Selasa (3/9).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani, di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen RI, Jakarta, Selasa (3/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menegaskan, DPR tidak ingin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilemahkan. Untuk itu, DPR menilai perlu dilakukan revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.

"Kami yang di DPR juga tidak ingin KPK lemah, tetapi ingin KPK yang akuntabilitasnya bisa diuji," katanya di Jakarta, Sabtu (7/9).

Baca Juga

Menurutnya, DPR menyetujui dan mendukung anggaran KPK benar-benar bisa meningkatkan performa lembaga antirasuah itu dalam memberantas korupsi. Artinya, kata dia, proses penegakan hukum yang dilakukan bukan seperti panggung festival ketika yang penting penonton bertepuk tangan ramai.

"Di mana kalau penindakan tidak sekadar OTT (operasi tangkap tangan) yang 'ecek-ecek' jumlah, tetapi lebih fokus pada case buildingkasus korupsi yang besar-besar," ujarnya.

Lebih penting lagi, kata Sekretaris Jenderal DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu, bagaimana KPK bisa lebih meningkatkan upaya pencegahan melalui sistem yang lebih baik dalam menutup celah korupsi. Arsul menilai persepsi pelemahan KPK muncul karena selama ini tidak ada yang secara khusus mengawasi lembaga tersebut.

"Nah, dalam RUU KPK akan dikasih Dewan Pengawas maka KPK jadi tidak bebas lagi tanpa pengawasan," ucapnya.

Padahal, kata dia, lembaga-lembaga lain juga memiliki pengawas, seperti jajaran hakim yang diawasi Komisi Yudisial, para jaksa diawasi Komisi Kejaksaan, dan polisi punya Komisi Kepolisian Nasional. Dicontohkannya soal poin penyadapan, saat ini memang ada perintah dari Mahkamah Konstitusi agar penyadapan diatur dengan UU.

"Ya, kita atur. Pilihannya dengan izin pengadilan seperti di UU Terorisme atau dengan izin Dewan Pengawas supaya ada yang mengawasi, tidak sekadar atasannya," katanya.

Sejauh ini, Arsul tetap optimistis pembahasan RUU KPK akan terselesaikan dalam masa periode DPR saat ini. Rapat paripurna DPR menyetujui usulan revisi dua UU yang diusulkan Badan Legislatif (Baleg) DPR, yaitu RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 2/2018 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) dan RUU Perubahan atas UU Nomor 30/2002 tentang KPK.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan revisi UU itu menjadi salah satu penyebab KPK berada di ujung tanduk. Agus menyatakan terdapat sembilan persoalan di draf RUU KPK yang berisiko melumpuhkan kerja KPK, yaitu independensi KPK terancam, penyadapan dipersulit dan dibatasi, pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR, sumber penyelidik dan penyidik yang dibatasi, penuntutan perkara korupsi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.

"Selanjutnya, perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas, kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan, dan kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas," jelasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement