REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Tama Satya Langkun menilai pembentuKan dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukanlah hal yang mendesak. Sebab, pengawasan sudah dilakukan di internal KPK.
"Contoh untuk level pegawai yang melanggar etik itu diselesaikan oleh pengawas internal. Ketika ada pimpinan yang terkena kasus terus kemudian dia juga dikenakan sanksi etik pimpinan," kata Tama di Jakarta, Sabtu (7/9).
Ia menilai aneh jika KPK sebagai lembaga pengawas justru diawasi. Apalagi, lanjutnya, mekanisme pengawasan tersebut belum jelas seperti apa. "Pengangkatan pengawas itu nanti diangkat presiden diusulkan DPR, nanti sama juga dengan pimpinan KPK. Kalau begini kan menjadi tidak efektif menurut bayangan saya, jadi saya tidak melihat urgensi revisi UU KPK saat ini," ujarnya.
Sebelumnya DPR dalam draft revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disepakati menjadi RUU usulan inisiatif DPR pada Kamis (5/9) lalu memandang perlu adanya dewan pengawas untuk KPK. Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menjelaskan nantinya dewan pengawas tersebut akan diisi oleh orang-orang yang punya pengalaman di bidang penegakan hukum dan tindak pidana pencucian uang.
"Dewan pengawas itu dalam rancangan ada lima, diangkat melalui proses seleksi sebagaimana pimpinan KPK, kemudian nanti tentu diangkat oleh presiden, tidak kemudian juga diangkat langsung tanpa presiden tanpa seleksi," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/9).
Ia membantah jika dewan pengawas tersebut nantinya bakal tumpang tindih dengan kewenangan pimpinan KPK. Dewan pengawas tidak bisa menganggu independensi KPK.
"Tidak (tumpang tindih), karena itu di dalam RUU itu apa yang jadi kewenangan dewan pengawas juga ditetapkan disana," ujarnya.