Senin 02 Sep 2019 19:01 WIB

BPJS Kesehatan Sebut Ada 5.000 Perusahaan Manipulasi Data

Iuran BPJS Kesehatan kelas I dan II naik.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melayani warga di kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Selatan, Senin (2/9).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melayani warga di kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Selatan, Senin (2/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyebut ada sekitar 5.000 perusahaan yang diketahui melakukan manipulasi data kepesertaan iuran kesehatan.  Manipulasi tersebut salah satunya dilakukan dengan tidak melaporkan jumlah karyawan yang diikutsertakan dalam BPJS Kesehatan. 

"Itu ada dan kita perbaiki. Sebelumnya ada 50.000 badan usaha yang belum daftar pesertanya, sekarang paling ada 5.000 lagi," kata Direktur Utama Fahmi Idris di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (2/9). 

Baca Juga

Ia mengatakan, sudah ada progres yang signifikan terhadap perbaikan data kepesertaan terhadap mereka. Ia mengatakan, perusahaan akan secepatnya melakukan data cleansing agar BPJS Kesehatan tidak dirugikan oleh perusahaan yang nakal. 

Perbaikan data kepesertaan merupakan bagian dari tindak lanjut audit dan rekomendasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dilakukan sepanjang 2018. Kementerian Kesehatan, kata Fahmi, juga menekankan agar BPJS Kesehatan tidak hanya melakukan data cleansing, namun mencegah terjadinya manipulasi. 

Hal itu merupakan langkah jangka panjang BPJS Kesehatan untuk mengatasi defisit keuangan yang sudah dialami bertahun-tahun. Selain itu, BPJS juga menaikkan iuran bulanan para peserta. "Ada yang namanya bauran kebijakan saling melengkapi satu sama lain. Ini harus dikerjakan secara paralel," ujar dia. 

Pihaknya menyampaikan, BPJS Kesehatan telah memiliki 10 rencana kerja dalam lima tahun ke depan untuk merespons defisit. Di antaranya yakni pengelolaan dalam hal  kepesertaan, iuran, kerja kepatuhan, belanja manfaat, riset dan inovasi, kerja sama strategis, teknologi dan informasi, perbaikan SDM, perbaikan organisasi, serta pengelolaan aset BPJS. 

Tanpa strategi jangka panjang, Fahmi mengungkapkan, BPJS Kesehatan bisa terus mengalami defisit dari tahun ke tahun. Ia mengatakan, defisit keuangan BPJS Kesehatan pada 2019 diprediksi mencapai Rp 28 triliun dan bisa melonjak hingga Rp 32,84 triliun. Adapun 2020, defisit bisa mencapai Rp 39,5 triliun. 

Fahmi melanjutkan, dari tahun ke tahun defisit masih dapat terus melebar. Perusahaan memprediksi tahun 2021 angka defisit bisa bertambah mencapai Rp 50,1 triliun. Selanjutnya, memasuki 2022 defisit bisa tembus 58,6 triliun. Kemudian menjadi Rp 67,3 triliun tahun 2023 dan menjadi Rp 77,4 triliun pada 2024. 

"Harapannya, dengan perbaikan fundamental iuran maka persoalan defisit bisa terselesaikan dengan terstruktur," ujar Fahmi. 

Sebagai informasi, tarif iuran bulanan BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri kelas I dan II diputuskan naik. Selain itu, iuran bulanan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya dibayarkan penuh pemerintah juga dinaikkan. 

Berdasarkan kesimpulan Rapat Kerja Gabungan Jaminan Kesehatan Nasional di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/9) iuran BPJS Kesehatan yang tidak naik hanya peserta mandiri yang merupakan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) serta Bukan Pekerja (BP) kelas III. 

Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo mengatakan, kenaikan iuran kelas I dan II akan mulai dinaikkan pada Januari 2020. Ia mengatakan, kenaikan iuran sesuai usulan Kementerian Keuangan yang disampaikan dalam rapat kerja gabungan, Selasa (27/8) pekan lalu.

Iuran kelas I akan naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu per jiwa per bulan. Sedangkan iuran kelas II naik dari Rp 59 ribu menjadi Rp 120 ribu.  "Naik 1 Januari 2020 sehingga kita bisa sosialisasi untuk masyarakat. Tarif iuran kenaikan sesuai usulan Menteri Keuangan. Kita menutup defisit dengan cara menyesuaikan iuran," kata Mardiasmo kepada wartawan usai mengikuti rapat. 

Kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan akan diatur dalam Peraturan Presiden yang akan terbit sebelum akhir tahun. 

Sementara itu, khusus iuran PBI yang ditanggung pemerintah juga naik dari Rp 25.5000 menjadi Rp 42 ribu per jiwa per bulan. Kenaikan PBI tersebut telah diberlakukan per 1 Agustus 2019. Dikarenakan kenaikannya dilakukan sebelum terbit Perpres, pemerintah akan mencairkan dana kenaikan iuran PBI kepada BPJS Kesehatan setelah Perpres terbit. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement