Jumat 30 Aug 2019 17:57 WIB

Wiranto Janji Tarik Pasukan dari Nduga Jika Situasi Kondusif

Wiranto merespons permintaan tokoh muda Papua, Samuel Tabuni.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Andri Saubani
Menkopolhukam Wiranto (kanan) bersama tokoh Papua dan Papua Barat Freddy Numberi (kiri) menyampaikan keterangan terkait kondisi keamanan Papua di Jakarta, Jumat (30/8/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menkopolhukam Wiranto (kanan) bersama tokoh Papua dan Papua Barat Freddy Numberi (kiri) menyampaikan keterangan terkait kondisi keamanan Papua di Jakarta, Jumat (30/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto berjanji untuk menarik pasukan keamanan dari Kabupaten Nduga, Papua jika situasi diyakini sudah kondusif. Pernyataan Wiranto ini merespons permintaan tokoh muda Papua asal Nduga, Samuel Tabuni, yang meminta pemerintah segera menarik pasukan keamanan dari sana.

"Tapi nanti kalau keadaan kondusif, serangan dari oknum bersenjata di Papua tidak ada, saya jamin ditarik. Kalau sudah tenang, tidak ada serangan dan tidak ada gangguan keamanan, jam itu juga saya minta, menyarankan Presiden untuk Panglima TNI menarik pasukan dari Nduga," ujar Wiranto usai menemui sejumlah tokoh Papua di kantornya, Jumat (30/8).

Baca Juga

Wiranto menjelaskan, kehadiran aparat militer di Nduga, Papua bukan semata-mata untuk mengamankan masyarakat dari tindakan kriminal oleh kelompok bersenjata. Karenanya, ujar Wiranto, pasukan keamanan baru bisa ditarik bila situasi sepenuhnya kembali kondusif.

Sebelumnya, di hadapan Wiranto dan awak media, Samuel Tabuni meminta pemeritah menarik pasukan keamanan dari Nduga. Ia melihat bahwa pemerintah saat ini sibuk menangani isu demonstrasi yang merebak di Papua, hingga lupa membantu masyarakat Nduga dari 'kepungan' pasukan keamanan.

"Saya minta ke Pak Menko bahwa pasukan di Nduga itu ditarik. Karena masyarakat saya semua ada di luar. Hari ini kita sibuk dengan demo di Jayapura, Manokwari. Kita sibuk dengan demo di mana-mana, tapi orang pertama yang jadi korban ini kita belum pernah bahas lagi," kata Samuel.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement