REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberikan beberapa rekomendasi menanggapi kasus kekerasan sesama anak yang videonya viral di media sosial. Kasus kekerasan tersebut dilakukan sejumlah siswa SD di salah sekolah di Kualuh Selatan, Labuhanbatu Utara, Sumatra Utara. Kasus ini telah diselesaikan dengan mediasi.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, KPAI menyampaikan apresiasi kepada para pihak mulai dari camat, kepolisan dan Dinas Pendidikan Labuhanbatu yang sudah bergerak cepat menyelesaikan permasalahan ini secara damai. Penyelesaian kasus dilaksanakan melalui musyawarah mufakat dan juga penyelesaian secara adat yaitu berupa pemberian upah.
Namun, demikian KPAI memberikan beberapa catatan untuk kepentingan terbaik bagi anak. Pertama, KPAI mendorong Kepala Dinas Pendidikan Labuhanbatu Utara untuk memeriksa sekolah terkait dugaan lemahnya pengawasan dan pendampingan sekolah terhadap para siswanya selama berada di sekolah, mengingat lokasi kejadian diduga di belakang sekolah.
"Selama jam sekolah dan selama berada di sekolah maka para guru wajib memiliki tanggung jawab penuh melindungi anak-anak, sebagaimana amanat pasal 54 dalam UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sekaligus memastikan bahwa kejadian serupa tidak boleh terulang di kemudian hari,"ujar Retno dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (28/8).
KPAI mendorong P2TP2A atau Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk melakukan layanan rehabilitasi psikologis kepada anak korban maupun anak-anak pelaku agar tidak mengulangi perbuatan yang sama. Termasuk mengedukasi para orangtua anak korban dan anak pelaku untuk melakukan pengasuhan yang positif.
Selain itu, KPAI menghimbau kepada masyarakat untuk tidak lagi menyebar video kekerasan ke media sosial dan aplikasi lain di dunia maya. "Mari berhenti di kita, stop menyebarkan konten kekerasan demi melindungi anak-anak kita dari paparan kekerasan,” ujar Retno.