Rabu 28 Aug 2019 06:45 WIB

Hukuman Pelaku Kasus Kekerasan Perempuan Harus Berefek Jera

Masih terjadinya kasus kekerasan mencerminkan tindakan hukum belum berefek jera.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Friska Yolanda
Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Aliansi Perempuan Anti Kekerasan berunjuk rasa saat memperingati Hari Perempuan Internasional di Landmark Kota Cilegon, Banten, Kamis (21/3/2019).
Foto: Antara/Dziki Oktomauliyadi
Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Aliansi Perempuan Anti Kekerasan berunjuk rasa saat memperingati Hari Perempuan Internasional di Landmark Kota Cilegon, Banten, Kamis (21/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) mendorong pemerintah menegakkan hukum yang tegas dan berat untuk pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kasus kekerasan perempuan dan anak yang terus terjadi harus segera dihentikan dengan hukuman yang memberikan efek jera.

"Kami lihat ekonomi ini bagus, positif, kemudian tingkat kesejahteraan naik positif tapi kok kekerasan terhadap perempuan meningkat dan perlindungan anak kok menurun," ujar Ketua Umum DPP Iwapi Nita Yudi saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (27/8).

Baca Juga

Ia mengatakan, Iwapi telah melakukan forum diskusi dengan beberapa narasumber tentang pemberdayaan perempuan dan anak pada pekan lalu. Hasilnya ada beberapa rekomendasi berupa program demi meningkatkan pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

Salah satunya, penegakkan hukum yang tegas dan berat terhadap pelaku kekerasan tersebut. Sebab, kata Nita, masih terjadinya sejumlah kasus kekerasan mencerminkan tindakan hukum belum optimal memberikan efek jera kepada pelaku.

Menurut dia, hal itu terlihat dari kasus kekerasan perempuan dan anak yang masih santer menjadi pemberitaan di media massa. Dengan demikian, kasus kekerasan perempuan dan anak tidak berhenti meski Indonesia adalah negara hukum.

Nita mengaku menjadi orang yang mendukung vonis hukuman pidana kebiri kimia terhadap terdakwa kasus kekerasan seksual. Akan tetapi, apabila memang hukuman kebiri menimbulkan kontra maka pemerintah harus memikirkan hukuman yang berefek jera.

"Kalau hukum penjara juga penuh. Mungkin seumur hidup jadi pekerja sosial, pokoknya hukuman yang harus ada efek jeranya," kata Nita.

Rekomendasi yang lainnya, dilakukannya sosialisasi pengarusutamaan hak anak (Puha). Pengarusutamaan hak anak ini didorong agar menjadi bagian dari kurikulum sekolah.

Rekomendasi-rekomendasi demi meningkatkan pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak antara lain sosialisasi gender mainstreaming di lembaga pendidikan tinggi.

Kemudian program peningkatan kemampuan parenting bekerja sama dengan mitra-mitra terkait seperti Bhayangkari, Perguruan Tinggi, dan Lembaga Profesi. Bisa saja lalu menghasilkan program duta parenting yang mendorong masyarakat lebih peduli terhadap pola asuh anak yang baik.

Selain itu, pendidikan pra nikah dan pascanikah serta sosialisasi program pengembangan pendampingan perempuan pengusaha. Setiap program yang dijalankan harus diberikan penghargaan dan apresiasi untuk memberi semangat.

Setiap program, lanjut Nita, harus diterapkan proyek manajemen dan diberikan pembekalan bagi para petugasnya yang memiliki kemampuan mentransfer ilmu. Tak lupa petugas harus bertanggung jawab dalam implementasi yang memiliki kemampuan sebagai mentor dan pelatih.

"Yang paling ekstrem menegaskan pentingnya operasi tangkap tangan (OTT) bagi pelaku kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan terhadap anak," tutur Nita.

Setiap masyarakat ataupun tetangga yang melihat adanya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak harus berani untuk segera melapor. Menurut Nita, aparat kepolisian tingkat polsek sangat dekat sekali terhadap lingkungan masyarakat sehingga tindakan hukum segera ditangani.

Nita menambahkan, apabila seorang perempuan mendapatkan kekerasan bisa berdampak pada pengajarannya kepada anak-anak. Sebab, seorang ibu akan mengalami sakit hati dan stres yang membuat tidak optimalnya pola asuh anak.

"Kalau dia sakit hati, stres, bagaimana mau mengajarkan anak yang benar kalau dia masih stres. Akibatnya generasi penerus lemah enggak ada potensi, melihat ibunya dipukuli. Dengan adanya perlindungan terhadap anak dan perempuan bisa menciptakan penerus bangsa yang berpotensi," jelas Nita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement