Selasa 27 Aug 2019 19:30 WIB

Hakteknas 2019, BPPT Pamer Inovasi Pangan Pencegah Stunting

BPPT meluncurkan Purula untuk meningkatkan asupan zat besi pencegah anemia gizi besi.

Purula produk inovasi keluaran BPPT untuk mencegah stunting.
Foto: BPPT
Purula produk inovasi keluaran BPPT untuk mencegah stunting.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cukup tingginya angka penderita stunting di Indonesia, membuat pemerintah terus mengupayakan tindakan pencegahan untuk menekan angka penderita yang kini masih berkisar pada 30 persen. Penanganan stunting, tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah, karena kedepannya Indonesia akan mengalami bonus demografi.

Sehingga upaya dalam menjaga kualitas generasi penerus bangsa harus dilakukan demi memaksimalkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mendorong perubahan Indonesia menjadi negara yang mampu berdaya saing. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pun turut ambil bagian dalam mengupayakan tindakan pencegahan terhadap stunting.

Baca Juga

Melalui inovasi pangan yang diberi nama "Purula", singkatan dari Peptida Unggul  Rumput Laut. Inovasi pangan ini dikembangkan oleh Pusat Teknologi Agroindustri (PTA) BPPT, yaitu berupa abon tabur yang terbuat dari hidrolisat kedelai dan rumput laut, diperkaya dengan zat besi dan vitamin, serta diformulasikan dalam bentuk makanan untuk meningkatkan asupan zat besi dalam rangka mencegah anemia gizi besi.

Purula pun turut dihadirkan dalam Pameran RITECH pada rangkaian Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-24 yang digelar di Denpasar, Bali.

Seperti yang disampaikan Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB) BPPT Soni Solistia Wirawan, ia menjelaskan bahwa Purula sengaja ditampilkan dalam pameran tersebut agar bisa dipromosikan kepada pengunjung yang hadir. Bahwa inovasi pangan ini mampu membantu meningkatkan asupan zat besi sehingga potensi lahirnya bayi stunting dapat dicegah.

photo
BPPT hadirkan Purula, produk inovasi pencegah stunting.

"Ya jadi di teknologi pangan sekarang kita menampilkan Purula ya, makanan untuk mengurangi resiko lahirnya bayi stunting, karena angka stunting di Indonesia relatif masih tinggi yaitu sekitar 30 persen," ujar Soni, di stand pameran BPPT dalam ajang Ritech Expo, di Lapangan Renon Puputan, Denpasar, Bali, pada Selasa (27/8).

Ia kemudian menambahkan, Purula menjadi salah satu inovasi yang dihasilkan BPPT yang akan segera dikomersialisasikan. Pamerah RITECH pada Peringatan Hakteknas dinilai tepat untuk memperkenalkan inovasi ini kepada masyarakat luas, karena yang hadir dalam acara tersebut memiliki rentang usia yang beragam.

"Jadi kita perkenalkan di sini dan ini udah siap komersialisasi, jadi di RITECH ini saya kira bagus untuk sosialisasi kegiatan," jelas Soni seperti dalam siaran persnya.

Sebelum dikomersialisasikan, BPPT memang telah melakukan uji coba pada inovasi satu ini. Hal itu karena Purula merupakan produk inovasi pangan, sehingga tentunya dalam proses produksinya pun harus benar-benar diperhatikan.

"Ya jadi sudah dicoba, kan (melalui proses) tahapan-tahapan, ini kan makanan, jadi harus betul-betul aman," kata Soni.

Terkait tahapan uji coba, Soni kemudian menyebutkan dua lokasi yang dijadikan tempat untuk mensosialisasikan serta menguji inovasi tersebut, yakni Pandeglang dan Lebak di Banten serta untuk uji peneriman ditambahkan Denpasar di Bali.

Kedua daerah tersebut (Pandeglang dan Lebak) diketahui memiliki prevalensi stunting yang cukup tinggi, uji coba pun dilakukan terhadap para remaja. "Itu sudah tahapan-tahapannya kita lakukan dan kita sudah coba di dua tempat, di Pandeglang, karena memang angkanya paling tinggi di sana. Kemudian di Bali sini, di Denpasar sini kita coba kepada anak-anak pelajar SMA, remaja putra dan putri untuk penerimaan Purula ya," papar Soni.

Untuk melakukan uji coba tersebut, kata dia, ada sejumlah syarat yang harus diperhatikan. Satu di antaranya remaja tersebut tidak sedang mengalami infeksi.

Soni pun menjelaskan tahapannya, mulai dari pengambilan darah pada awal sebelum pengkonsumsian Purula hingga pemeriksaan darah setelah mengkonsumsi dalam kurun waktu tertentu.

"Ada syarat-syaratnya, dia tidak boleh sedang datang bulan saat pemeriksaan. Kemudian (prosesnya uji cobanya) dalam 2 minggu hingga 1 bulan, mereka awalnya diambil darah, dikasih makan Purula dengan aturan yang kita atur, kemudian sebulan kemudian diambil darahnya lagi untuk diperiksa," tegas Soni.

Dari pengecekan darah tersebut dapat terlihat perbedaan dari sebelum dan sesudah mengkonsumsi Purula. Ia pun berharap kelak jika dikomersialisasi, Purula ini bisa dikonsumsi secara rutin pada anak dan menjadi solusi dalam upaya pemerintah untuk menekan angka stunting.

"Di situ kelihatan kadar (zat) besinya dan lain-lain itu turun, sehingga diharapkan kalau kita makan rutin dari kecil, pencegahan stunting bisa berjalan," pungkas Soni.

Perlu diketahui, sesuai hasil kaji-terap yang dilakukan BPPT, Purula tidak hanya bisa mencegah stunting, namun juga terbukti dapat meningkatkan asupan zat besi untuk menangani anemia gizi besi. Hasil uji efikasi menunjukkan bahwa mengkonsumsi Purula mampu meningkatkan kadar serum feritin dan penyerapan terhadap zat besi secara signifikan. Tentunya dalam menerapkan inovasi ini, BPPT memerlukan dukungan dan sinergi dari berbagai pemangku kepentingan terkait.

photo
Purula produk inovasi keluaran BPPT untuk mencegah stunting.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement